Investigasi Obat Keras Ilegal di Bandung Berujung Fitnah: Pemred Dituduh Memeras, Ini Faktanya

Bandung – Peredaran bebas obat keras golongan G, seperti Heximer dan Tramadol, di kawasan Bandung kini menguak polemik baru yang menyeret nama seorang pemimpin redaksi media eksposelensa.com, SR.
Tuduhan pemerasan yang diarahkan kepada SR oleh oknum wartawan berinisial JF mencuat ke publik, memantik perhatian masyarakat luas, namun segera dibantah keras oleh pihak SR yang menyebutnya sebagai fitnah yang disengaja.
Dalam keterangan resmi yang diterima pada Sabtu (24/5/2025), SR menjelaskan bahwa isu ini bermula dari kegiatan investigasi jurnalistik yang ia lakukan bersama tim di sebuah toko di bilangan Jalan Soekarno Hatta, Bunderan Cibiru, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung.
Toko tersebut bukanlah toko kosmetik, seperti yang ramai diberitakan, tetapi tempat peredaran obat keras ilegal.
“Kami menemukan indikasi kuat adanya penjualan ilegal obat keras daftar G. Saat itu muncul JF, yang mengaku wartawan, meminta agar berita tidak dipublikasikan demi menjaga citra sesama jurnalis,” jelas SR.
Menurut pengakuan SR, JF bahkan sempat memaksa menyerahkan uang sebesar satu juta rupiah dengan alasan agar persoalan tidak dibesar-besarkan.
Meski awalnya menolak, SR mengaku akhirnya menerima uang tersebut karena didesak, namun langsung membagikannya kepada tim investigasi serta sebagian disumbangkan untuk anak yatim.
“Kalau dibilang pemerasan, itu fitnah besar. Justru saya yang ditekan untuk menutup-nutupi kasus,” tegas SR.
Tak lama setelah investigasi itu, laporan resmi dibuat salah satu rekan SR ke aparat kepolisian.
Unit Reskrim Polsek Panyileukan bergerak cepat, mengamankan dua orang pelaku pengedar beserta barang bukti ratusan butir obat keras ilegal.
Anehnya, JF kemudian mengklaim dirinya sebagai pelapor kasus itu, tetapi diam-diam berusaha menghubungi SR berkali-kali agar membantu membebaskan para tersangka.
SR menolak keras dan menyerahkan proses sepenuhnya kepada hukum.
Kuasa hukum SR, Galih Faisal, S.H., M.H., CPM, angkat bicara lantang.
Ia menilai tuduhan pemerasan itu tidak berdasar dan sepenuhnya rekayasa.
“Klien kami sedang menjalankan tugas jurnalistik, bukan pelaku kriminal. Tuduhan ini adalah bentuk pembunuhan karakter yang terstruktur, sistematis, dan masif,” tegas Galih.
Menurut Galih, pemberitaan yang memuat tudingan pemerasan itu melanggar prinsip keberimbangan informasi.
Tidak ada konfirmasi maupun hak jawab yang diberikan kepada pihak SR sebelum berita diunggah, yang berarti jelas melanggar etika pers dan Undang-Undang Pers.
Kasus ini membuka tabir lebih luas terkait praktik pembekingan bisnis ilegal, termasuk di ranah peredaran obat keras yang ironisnya menyeret oknum yang mengatasnamakan profesi wartawan.
Di satu sisi, muncul sorotan tajam terhadap oknum yang menyalahgunakan profesi demi kepentingan pribadi, sementara di sisi lain, jurnalis yang mencoba menjalankan fungsi kontrol sosial justru diserang dengan fitnah.
Oleh : Galih Faisal, S.H., M.H., CPM
Kuasa Hukum – Pemimpin Redaksi (Pemred) Media eksposelensa.com
