Tambang Pasir Ilegal di Klaten Sudah Rugikan Negara Rp1 Miliar

Jakarta – Hanya dalam waktu dua minggu, tambang pasir ilegal di Klaten, Jawa Tengah, berhasil membuat negara merugi hingga Rp1 miliar. Fakta mengejutkan itu diungkap langsung oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (11/6).
Kasus ini menyeret ACS, pria yang berperan sebagai koordinator lapangan tambang ilegal di Desa Kendalsari, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Kini, ia telah ditetapkan sebagai tersangka dan resmi ditahan.
“Ini baru berjalan dua minggu saja kerugiannya sudah mencapai satu miliar rupiah. Bisa dibayangkan kalau kegiatan ini dibiarkan lebih lama,” tegas Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, Direktur Tipidter Bareskrim Polri, di hadapan media.
Penambangan itu, menurut penyelidikan, dilakukan tanpa izin resmi, melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tak hanya merugikan negara secara finansial, praktik tambang liar seperti ini juga membawa dampak serius terhadap lingkungan dan sosial masyarakat sekitar.
Nunung menjelaskan, ACS dijerat dengan Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 jo Pasal 5 dan/atau Pasal 56 KUHP, dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 milliar
Aktivitas tambang ilegal ini bukan sekadar soal pelanggaran izin, tapi juga soal hilangnya potensi pendapatan negara dan rusaknya daya dukung lingkungan. Pasir-pasir hasil galian diduga akan digunakan untuk proyek konstruksi berskala besar.
“Kalau tambang semacam ini terus dibiarkan, bukan cuma negara yang rugi—masyarakat lokal pun terdampak langsung,” ujar Nunung. Ia menyebutkan, penyidikan akan terus berlanjut untuk menelusuri jaringan yang lebih besar, termasuk pihak yang menikmati hasil tambang ilegal tersebut.
Bareskrim menegaskan akan terus menindak tambang-tambang ilegal di seluruh Indonesia. “Kami tidak akan berhenti pada satu kasus ini saja. Penambangan ilegal adalah ancaman serius bagi kedaulatan sumber daya alam kita,” pungkas Nunung.
Hingga saat ini, penyidik masih mendalami aliran pasir hasil tambang ilegal tersebut, termasuk kemungkinan adanya pelaku lain di balik operasi lapangan.
