Polisi Hentikan Penyelidikan Kematian Mahasiswa UKI: Ini Temuan dan Alasannya

Jakarta – Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur resmi menghentikan penyelidikan kasus kematian mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kenzha Walewangko (22), setelah menyimpulkan bahwa insiden tersebut bukan merupakan tindak pidana.
Keputusan ini diambil usai rangkaian proses penyelidikan dan gelar perkara yang melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Metro Jaya.
Kapolres Metro Jakarta Timur, Komisaris Besar Nicolas Ary Lilipaly, menyampaikan bahwa gelar perkara dilakukan pada Selasa, 15 April 2025.
Hasil evaluasi menyeluruh terhadap bukti-bukti yang dikumpulkan menyatakan tidak ada unsur kriminal dalam kejadian yang menewaskan Kenzha.
Kenzha Walewangko ditemukan tewas pada Selasa malam, 4 Maret 2025, di kawasan kampus UKI, Jakarta Timur.
Kabar yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa Kenzha sempat dikeroyok sebelum ditemukan meninggal dunia.
Dugaan itu sempat memicu polemik, mendorong kepolisian untuk melakukan penyelidikan intensif, termasuk melakukan prarekonstruksi pada Rabu, 26 Maret 2025.
Dalam kegiatan prarekonstruksi tersebut, polisi melibatkan keluarga korban, pihak kampus, serta sejumlah saksi yang merekonstruksi total 70 adegan.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran kronologis lengkap mengenai kejadian yang menimpa mahasiswa semester akhir tersebut.
Namun, setelah serangkaian pemeriksaan dan analisis, kepolisian tidak menemukan bukti yang mengarah pada tindak pidana.
Kapolres Nicolas menguraikan sejumlah temuan penting selama proses penyelidikan.
Salah satu fokus utama adalah pemeriksaan terhadap barang bukti di lokasi kejadian, termasuk pipa paralon dan baut besi yang diduga terkait dengan jatuhnya korban ke selokan.
“Pada barang bukti berupa lima buah spek darah yang diambil dari pipa paralon di selokan tempat korban ditemukan, telah dilakukan pemeriksaan DNA. Hasilnya menunjukkan bahwa memang terdapat darah, namun tidak dapat dianalisis karena terjadi kerusakan pada DNA,” jelas Nicolas dalam konferensi pers pada Jumat, 25 April 2025.
Kerusakan pada sampel darah tersebut, kata Nicolas, diduga kuat disebabkan oleh faktor cuaca.
Saat kejadian, hujan turun cukup deras sehingga memengaruhi kondisi fisik darah yang menempel pada barang bukti.
“Kondisi hujan saat kejadian mengakibatkan proses pengambilan dan analisis DNA tidak bisa dilakukan secara maksimal,” tambahnya.
Polisi juga memeriksa baut yang ditemukan di lokasi.
Namun hasil laboratorium menunjukkan tidak ada jejak darah pada baut tersebut, sehingga tidak dapat dijadikan petunjuk forensik yang mengarah pada kekerasan fisik atau penganiayaan.
Analisis rekaman CCTV menjadi bagian penting dalam proses penyelidikan.
Nicolas menyebut bahwa dalam rekaman yang diperoleh dari sekitar lokasi kejadian, terlihat Kenzha berjalan dalam kondisi tidak stabil dan terjatuh dua kali.
Dari perilaku yang terekam, polisi menduga korban dalam pengaruh minuman keras.
“Dalam CCTV juga terlihat korban memukul salah satu saksi, yang juga merupakan mahasiswa UKI. Setelah itu, korban dipapah oleh temannya menuju pintu keluar area parkir kampus,” ujar Nicolas.
Namun demikian, keterbatasan jumlah dan arah kamera CCTV menjadi kendala.
Tidak ada rekaman yang memperlihatkan langsung kejadian korban jatuh ke dalam selokan yang berada di dekat perpustakaan kampus.
Kamera yang ada tidak menyorot ke arah pagar tempat korban terakhir terlihat.
Keterangan Saksi dan Kronologi Jatuhnya Korban
Saksi mata yang merupakan petugas keamanan kampus memberikan keterangan bahwa sebelum terjatuh, korban terlihat memegang dan menggoyangkan pagar besi yang berada di dekat selokan.
Menurut kesaksian tersebut, pagar tersebut lepas, menyebabkan korban terjatuh bersama besi pagar ke dalam selokan sedalam kurang lebih dua meter.
“Korban memegang kedua tangannya di pagar dan menggoyangkannya. Ketika pagar terlepas, korban ikut jatuh ke dalam selokan. Dua orang sekuriti kemudian turun dan menolong korban,” papar Nicolas.
Hasil visum terhadap jenazah korban menunjukkan luka-luka yang konsisten dengan jatuh dari ketinggian, tanpa adanya indikasi luka akibat penganiayaan atau benda tumpul yang disengaja.
Berdasarkan seluruh hasil penyelidikan, baik forensik, rekaman CCTV, maupun keterangan saksi, kepolisian tidak menemukan indikasi terjadinya penganiayaan atau pengeroyokan.
Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa korban mengalami kekerasan fisik dari pihak lain.
“Kesimpulan dari gelar perkara adalah bahwa kejadian tersebut merupakan kecelakaan tunggal, tanpa keterlibatan pihak lain yang dapat dikategorikan sebagai pelaku pidana,” tegas Kapolres.
Dengan demikian, lanjut Nicolas, kasus ini dinyatakan ditutup karena tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pihak keluarga korban, yang hadir dalam proses prarekonstruksi, sebelumnya menyuarakan harapan agar kematian Kenzha dapat diusut secara tuntas.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak keluarga menanggapi keputusan polisi menghentikan penyelidikan.
Sementara itu, pihak Universitas Kristen Indonesia menyatakan akan terus mendukung proses hukum dan tetap berkomitmen menjaga keselamatan serta keamanan mahasiswa di lingkungan kampus.
Kasus kematian Kenzha Walewangko sempat menyita perhatian publik, terutama di kalangan mahasiswa.
Meskipun berbagai spekulasi sempat beredar di masyarakat, hasil penyelidikan aparat penegak hukum menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut tidak mengandung unsur tindak pidana.
Kepolisian menegaskan bahwa semua langkah penyelidikan telah dilakukan secara menyeluruh dan transparan.
Dengan dihentikannya kasus ini, diharapkan tidak ada lagi simpang siur informasi yang menyesatkan publik terkait penyebab kematian Kenzha Walewangko.
sumber: DetikNews
