Jakarta Tak Gelar Operasi Yustisi, Hanya Lakukan Pengecekan Kependudukan

Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, memastikan bahwa pemerintah provinsi tidak akan menggelar operasi yustisi kependudukan untuk menyaring pendatang baru pasca-Lebaran.
Sebagai gantinya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) akan melakukan pengecekan data kependudukan guna memastikan kepatuhan terhadap administrasi kependudukan.
“Kami tidak akan melakukan operasi yustisi, tetapi akan melakukan pengecekan kependudukan sebagai langkah preventif,” ujar Pramono Anung dalam konferensi pers di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, pada Kamis (27/3/2025).
Sejak beberapa tahun terakhir, operasi yustisi kependudukan kerap dilakukan di Jakarta usai libur Lebaran.
Tujuannya adalah menertibkan administrasi kependudukan dan mengendalikan urbanisasi yang meningkat akibat arus balik dari daerah ke ibu kota.
Sebagai contoh, pada periode sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menginstruksikan Disdukcapil untuk melaksanakan operasi yustisi guna memastikan para pendatang memenuhi persyaratan administratif sesuai peraturan yang berlaku.
Namun, pada tahun ini, pemerintah Jakarta memilih pendekatan yang lebih persuasif dengan hanya melakukan pengecekan data kependudukan.
Langkah ini bertujuan untuk menjaga keterbukaan dan memudahkan pendatang dalam mengurus dokumen resmi tanpa adanya tindakan represif.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Nomor 22 Tahun 2015, operasi yustisi merupakan serangkaian tindakan hukum oleh pemerintah daerah dalam rangka menjaga ketertiban umum dan menindak dugaan pelanggaran peraturan daerah yang bersifat pidana.
Sasaran operasi yustisi terdiri dari:
- Potensi gangguan, yakni faktor-faktor yang berpotensi mengganggu ketertiban masyarakat.
- Ambang gangguan, yaitu kondisi yang berisiko menimbulkan gangguan ketertiban.
- Gangguan nyata, yakni pelanggaran hukum yang mengancam ketertiban umum dan membahayakan masyarakat.
Syarat dan Prinsip Operasi Yustisi
Menurut Pasal 6 Ayat 1 Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Nomor 22 Tahun 2015, operasi yustisi dapat dilaksanakan dengan sejumlah syarat, di antaranya:
- Adanya gangguan nyata terhadap ketertiban yang melanggar hukum dan belum ditangani aparat kepolisian.
- Dugaan pelanggaran pidana terhadap peraturan daerah setelah tindakan preventif oleh Satpol PP.
- Potensi gangguan yang dapat berkembang menjadi ancaman nyata terhadap ketertiban umum.
Pelaksanaan operasi yustisi juga harus mematuhi asas-asas berikut:
- Koordinasi dan Legalitas, yaitu berkoordinasi dengan kepolisian dan sesuai peraturan perundang-undangan.
- Kewajiban, yakni kewajiban pemerintah daerah dalam menegakkan ketertiban.
- Akuntabilitas, yaitu transparansi dalam pelaksanaan operasi.
- Profesionalisme, berdasarkan taktik penyidikan yang sah.
- Proaktif, diinisiasi oleh instansi pemerintah terkait.
- Menjunjung Hak Asasi Manusia, memastikan perlakuan adil terhadap semua pihak.
- Efektif dan Efisien, mempertimbangkan keseimbangan antara upaya dan hasil.
- Transparansi, tindakan operasi yustisi harus terbuka kecuali diatur sebaliknya dalam peraturan daerah.
Jenis dan Metode Operasi Yustisi
Operasi yustisi terbagi menjadi dua jenis utama:
- Operasi Terbuka, yang dipublikasikan secara luas dan berorientasi pada tindakan kuratif serta rehabilitasi.
- Operasi Tertutup, yang hanya dipublikasikan secara terbatas dan lebih mengedepankan upaya intelijen maupun tindakan represif.
Dari segi pelaksanaannya, operasi yustisi dapat dilakukan dalam bentuk:
- Operasi penertiban secara paksa, yang bertujuan menertibkan kondisi yang dianggap mengganggu ketertiban umum.
- Operasi penyidikan, yang melibatkan proses hukum seperti pemanggilan, penyitaan, penyelidikan, dan pemrosesan perkara.
Urbanisasi Pasca-Lebaran dan Antisipasi Pemprov DKI
Setiap tahun, pasca-Lebaran, Jakarta mengalami lonjakan jumlah pendatang dari berbagai daerah yang mencari peluang kerja dan kehidupan yang lebih baik.
Urbanisasi yang tidak terkendali dapat berdampak pada meningkatnya beban infrastruktur, layanan publik, serta permasalahan sosial seperti meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.
Sebagai respons terhadap fenomena ini, pemerintah DKI Jakarta memilih pendekatan yang lebih lunak dengan melakukan pengecekan kependudukan alih-alih operasi yustisi yang bersifat represif.
Langkah ini dinilai lebih efektif dalam memastikan bahwa para pendatang baru memahami dan memenuhi kewajiban administrasi kependudukan tanpa merasa terintimidasi.
Menurut Kepala Disdukcapil DKI Jakarta, pengecekan kependudukan akan difokuskan pada pemantauan di terminal, stasiun, serta titik-titik strategis lainnya guna memberikan edukasi mengenai kependudukan dan membantu pendatang mengurus dokumen yang diperlukan.
“Kami akan lebih menitikberatkan pada sosialisasi dan bantuan administrasi dibandingkan tindakan penertiban paksa,” ujar Kepala Disdukcapil.
Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk tidak melakukan operasi yustisi kependudukan pasca-Lebaran 2025, melainkan hanya pengecekan data kependudukan sebagai langkah antisipatif.
Keputusan ini sejalan dengan upaya menciptakan lingkungan yang lebih terbuka bagi para pendatang, sekaligus memastikan ketertiban administrasi kependudukan.
Dengan strategi ini, diharapkan urbanisasi di Jakarta dapat dikelola dengan lebih baik tanpa menimbulkan dampak sosial yang berlebihan.**
sumber: Tempo
