Sinergi Ponpes dan Budaya Betawi, Bang Boim Dukung: Pondok Budaya di Ash Sholihin Al Abror

Jakarta Utara — Dalam suasana akrab dan penuh semangat kebudayaan, Ketua DPD BAMUS Kaum Betawi 1982, Bang Boim, bersilaturahmi ke Pondok Pesantren (Ponpes) Ash Sholihin Al Abror di Rorotan, Jakarta Utara.
Kunjungan ini menjadi titik temu penting antara pendidikan agama dan pelestarian budaya lokal di tengah derasnya arus digitalisasi.
Diprakarsai oleh pimpinan Ponpes, KH. Ahmad Mukhlis Fadil, kunjungan ini merupakan bagian dari inisiatif “Pondok Budaya”—sebuah program unggulan yang memadukan nilai-nilai kearifan lokal dengan pendekatan pendidikan modern.
Tujuannya jelas: membentuk karakter santri yang tidak hanya religius, tetapi juga bangga akan akar budayanya dan siap menghadapi tantangan zaman digital.
KH. Ahmad Mukhlis Fadil menjelaskan,
“Kami ingin santri tumbuh dengan identitas kuat sebagai generasi Betawi yang cinta tanah air, peduli lingkungan, dan mampu berdialog dengan dunia modern melalui basis budaya.”
Program “Pondok Budaya” dirancang dalam tiga pilar utama:
- Penguatan Identitas Generasi Muda, agar para santri memahami nilai-nilai leluhur seperti gotong royong, penghormatan terhadap alam, dan adat istiadat Betawi.
- Pendidikan Praktis Lingkungan, melalui kegiatan bertani, pengelolaan air, hingga tambak ikan, yang menggabungkan metode tradisional dengan teknologi sederhana.
- Sinergi Lintas Generasi, dengan melibatkan tokoh adat dan budayawan untuk menghidupkan kembali seni, bahasa, dan nilai-nilai lokal yang mulai terpinggirkan.
Menyambut inisiatif ini, Bang Boim menegaskan komitmennya untuk mendorong “Pondok Budaya” sebagai model pendidikan alternatif yang relevan dan membumi.
“Generasi muda jangan hanya jadi konsumen budaya global. Mereka harus jadi duta kearifan lokal. Dan itu bisa dimulai dari pesantren,” kata Bang Boim.
Sebagai langkah konkret, BAMUS Betawi mendorong dua program lanjutan:
- Workshop Kolaboratif, yakni pelatihan bersama antara santri, petani tradisional, dan ahli teknologi pertanian.
- Festival Budaya Digital, untuk menyebarluaskan budaya Betawi melalui platform daring seperti media sosial dan kanal edukatif.
Kunjungan ditutup dengan diskusi rencana tindak lanjut, di antaranya penyusunan kurikulum terintegrasi budaya, pembentukan forum kolaborasi rutin antar lembaga, serta perluasan model “Pondok Budaya” ke wilayah lain.
Inisiatif ini mencerminkan semangat zaman: bahwa warisan budaya tidak harus ditinggalkan di belakang, tetapi justru dapat menjadi fondasi kuat dalam membentuk masa depan yang lebih berakar, adaptif, dan inklusif.
