Pemasangan Banner Kemerdekaan Tanpa Izin Dapat Dikenakan Sanksi Pidana
Ketentuan Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan merusak properti milik orang lain tanpa izin adalah tindakan..
Hukum – Warga yang memasang banner peringatan Hari Kemerdekaan di tembok rumah tanpa izin dari pemilik rumah dapat terancam hukuman pidana. Kasus ini menjadi contoh nyata pentingnya penghormatan terhadap hak milik pribadi, meskipun tindakan tersebut dilakukan dalam semangat nasionalisme.
Pemasangan banner yang tanpa izin dan merusak properti milik orang lain termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana.
Tindakan Merusak Tembok Rumah Tanpa Izin Adalah Pelanggaran Hukum
Seorang pemilik rumah melaporkan adanya tindakan warga yang memasang banner peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia di tembok rumahnya tanpa izin. Alasan yang dikemukakan warga adalah karena lokasi rumah tersebut dianggap strategis dan dapat dilihat oleh banyak orang.
Namun, pemasangan banner tersebut dilakukan dengan memaku langsung ke tembok rumah, yang menyebabkan kerusakan pada cat dan struktur tembok. Pemilik rumah menyatakan bahwa tidak ada izin yang diberikan untuk pemasangan tersebut, dan tidak ada kompensasi atau pertanggungjawaban dari pihak yang memasang banner.
Menurut ketentuan Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan merusak properti milik orang lain tanpa izin adalah tindakan melawan hukum yang dapat diancam dengan pidana penjara.
Pasal tersebut mengatur bahwa siapa pun yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan barang milik orang lain dapat dikenakan sanksi pidana.
Dalam kasus ini, tindakan pemasangan banner yang menyebabkan kerusakan pada tembok rumah memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP.
Unsur-Unsur Pelanggaran Berdasarkan Pasal 406 KUHP
Pasal 406 ayat (1) KUHP memuat beberapa unsur penting yang harus dipenuhi untuk dikategorikan sebagai tindakan pidana, yaitu:
- Barang siapa: Tindakan dilakukan oleh siapa pun tanpa terkecuali.
- Dengan sengaja dan melawan hukum: Tindakan dilakukan dengan niat yang disengaja dan tanpa izin hukum yang sah.
- Merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan: Tindakan tersebut menyebabkan barang tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya atau hilang.
- Barang tersebut milik orang lain: Barang yang dirusak bukan milik pelaku, melainkan milik pihak lain.
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa perbuatan merusak bisa diartikan sebagai mengurangi fungsi atau nilai dari barang tersebut. Dalam hal ini, kerusakan pada tembok rumah akibat pemasangan banner termasuk dalam kategori ini.
Apabila kerugian yang ditimbulkan kurang dari Rp2,5 juta, maka tindakan tersebut bisa dianggap sebagai kejahatan ringan dan pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 407 ayat (1) KUHP.
Pengaturan dalam KUHP Baru dan Implikasi Perdata
Selain diatur dalam KUHP lama, KUHP baru yang diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 juga mengatur hal serupa dalam Pasal 521. Pasal ini mulai berlaku pada tahun 2026.
KUHP baru menjelaskan bahwa “merusak” berarti membuat barang tidak dapat dipakai untuk sementara waktu, sementara “menghancurkan” berarti membuat barang tersebut tidak dapat dipakai lagi secara permanen. Oleh karena itu, pemasangan banner tanpa izin yang menyebabkan kerusakan pada tembok rumah dapat dijerat hukum berdasarkan KUHP baru.
Selain ancaman pidana, pemilik rumah juga memiliki hak untuk menuntut ganti rugi melalui jalur perdata berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Pasal ini menegaskan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan menyebabkan kerugian bagi orang lain mewajibkan pelakunya untuk mengganti kerugian tersebut. Unsur-unsur PMH meliputi adanya perbuatan yang melanggar hukum, kerugian yang timbul, hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian, serta kesalahan dari pihak pelaku.
Bantuan Hukum
Bagi masyarakat, yang sedang mengalami perkara hukum, dapat mendatangi kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Garuda Kencana Indonesia (YLBHGKI) Cabang Kota Bekasi yang berada di Jl. Kusuma Utara X No 3, Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat. Atau langsung menghubungi Contact Whatsapp yang tertera.
Penyelesaian Masalah Secara Kekeluargaan
Meski ada dasar hukum yang kuat untuk menuntut secara pidana atau perdata, penyelesaian secara kekeluargaan tetap diutamakan. Penyelesaian ini diharapkan dapat menjaga hubungan baik antarwarga dan mencegah konflik lebih lanjut.
Selain itu, terdapat asas ultimum remedium yang menegaskan bahwa hukum pidana sebaiknya dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum. Dengan pendekatan ini, diharapkan pihak-pihak yang bersengketa dapat mencapai kesepakatan secara damai sebelum menempuh jalur hukum.(RED/hukumonline.com)
Editor: Slametra Pratama