Beranda Berita DPR Desak Evaluasi Kinerja Pembantu Presiden Usai Kasus Miftah
Berita

DPR Desak Evaluasi Kinerja Pembantu Presiden Usai Kasus Miftah

Marilah kita membangun Indonesia dengan saling menghormati, saling menghargai, tanpa saling merendahkan. Bangunlah Indonesia dengan rasa

Miftah Maulana Habiburrahman – Foto istimewa

Jakarta – Kasus viral yang melibatkan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana Habiburrahman, terus memicu reaksi publik dan pemerintahan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah mengevaluasi kinerja para pembantu presiden guna memastikan insiden serupa tidak terulang di masa mendatang.

Dilansir dari laman tempo.co. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa pernyataan kontroversial Miftah menjadi pengingat bagi pemerintah untuk lebih serius menilai performa pejabat yang diamanahkan tugas-tugas penting.

“Kami DPR juga melihat aspirasi masyarakat yang meminta pemerintah tidak hanya memerhatikan Gus Miftah, tetapi juga melakukan introspeksi dan evaluasi terhadap kinerja para pembantu presiden maupun Utusan Khusus Presiden,” tegas Dasco dalam keterangannya pada Kamis, 5 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.

Ketua DPR, Puan Maharani, juga angkat bicara mengenai polemik ini. Ia mengingatkan masyarakat pentingnya menjaga kerukunan nasional dengan menghindari tindakan saling merendahkan.

“Marilah kita membangun Indonesia dengan saling menghormati, saling menghargai, tanpa saling merendahkan. Bangunlah Indonesia dengan rasa persaudaraan,” ujarnya.

Polemik ini bermula saat Miftah, yang dikenal dengan sebutan Gus Miftah, memberikan ceramah dalam sebuah pengajian di Magelang, Jawa Tengah. Dalam video yang viral di media sosial, ia memanggil seorang pedagang es teh untuk bercanda di depan jamaah.

Namun, candaan yang ia lontarkan dianggap kasar dan merendahkan martabat penjual tersebut. Ekspresi pedagang yang tampak tidak nyaman memicu reaksi negatif dari masyarakat.

Netizen menilai tindakan tersebut tidak pantas dilakukan, terutama mengingat posisi Miftah sebagai pejabat yang ditugaskan untuk memperkuat kerukunan umat beragama. Kritik mengalir deras, menuntut Miftah untuk bertanggung jawab atas ucapannya.

Menanggapi situasi yang semakin panas, Miftah segera mengeluarkan permintaan maaf secara terbuka. Dalam pernyataannya, ia mengakui kekhilafannya dan menyampaikan penyesalan atas kegaduhan yang timbul.

Baca juga :  Dirreskrimsus, Kabidhumas, dan Kabidkum Polda Metro Jaya Terima Brevet Setia Waspada dari Danpaspampres

“Saya juga minta maaf kepada masyarakat atas kegaduhan ini, yang merasa terganggu atas candaan saya, yang dinilai oleh masyarakat berlebihan. Untuk itu, saya juga minta maaf,” ujarnya.

Namun, permintaan maaf tersebut tidak cukup untuk meredam kritik publik. Banyak pihak mendesak agar Miftah mempertimbangkan posisinya sebagai pejabat publik.

Miftah Mengundurkan Diri

Sebagai respons atas tekanan publik, Miftah akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya pada Jumat, 6 Desember 2024. Dalam konferensi pers di kediamannya di Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, ia menyampaikan keputusan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab atas kegaduhan yang terjadi.

“Saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari tugas saya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan,” katanya. Langkah ini ia ambil demi menjaga suasana kondusif dan meminimalkan dampak negatif dari peristiwa tersebut.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dalam hal penunjukan pejabat publik. DPR menekankan perlunya evaluasi mendalam untuk memastikan para pembantu presiden memiliki kompetensi, sensitivitas sosial, dan kemampuan menjaga kehormatan jabatan yang mereka emban.

Pengamat politik juga menilai insiden ini sebagai cerminan perlunya perbaikan sistem seleksi pejabat. “Kasus Miftah menunjukkan bahwa bukan hanya kemampuan teknis yang dibutuhkan seorang pejabat, tetapi juga pemahaman etika dan komunikasi yang baik di tengah masyarakat,” kata seorang pakar.

Dengan adanya desakan dari DPR, diharapkan pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan profesionalisme dan integritas dalam lingkup kerja pembantu presiden. Evaluasi yang menyeluruh tidak hanya dapat memperbaiki kinerja, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Kasus Miftah sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kerukunan dan toleransi, baik di ranah publik maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ke depan, diharapkan insiden serupa dapat dihindari melalui seleksi yang lebih ketat dan pembinaan yang berkelanjutan bagi para pejabat publik.

Baca juga :  Dimedsos Sayang Orang Tua, Didunia Nyata Nikson Hantam Kepala Ibunya

(red/*)

Simak berita dan artikel pilihan Gensa.Club langsung dari WhatsApp Channel, klik disini : "https://whatsapp.com/channel/GensaClub" dan pastikan kamu memiliki aplikasi WhatsApp yaa.

Editor: Nadya

Sebelumnya

DLH Sleman Gelar Penguatan Kapasitas Pengelolaan Air Limbah Domestik

Selanjutnya

Kasus Agus Buntung: Jumlah Korban Meningkat, DPR RI Desak Penanganan Tegas

Gensa Club