Solusi Kezaliman Kapitalisme : Hak Pekerja Buruh Wajib Dibayarkan oleh Pengusaha
Daripada menyerah dan pasrah dengan kezaliman kapitalisme, lebih baik berjuang bersama demi Hak yang semestinya sudah menjadi bagian buruh
Opini – Hanya karena berlandaskan surat perjanjian kerja yang dibuat sepihak, oleh pengusaha lalu membenarkan hal itu menjadi sebuah kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Tanpa mendaftarkannya terlebih dahulu ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), dan mengenyampingkan peraturan serta Undang-undang terkait ketenagakerjaan adalah kesalahan besar.
Entah karena pengusaha yang tidak mengerti hal ini atau memang diabaikan. Padahal jelas sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 (PP/No.35/Tahun2021). Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bahwa pengusaha wajib mendaftarkan PKWT sebagai berikut :
Pasal 14 – PP/No.35/Tahun2021
(1) PKWT harus dicatatkan oleh pengusaha pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan secara daring paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penandatanganan PKWT.
(2) Dalam hal pencatatan PKWT secara daring belum tersedia maka pencatatan PKWT dilakukan oleh pengusaha secara tertulis di dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan PKWT.
Tidak hanya soal PKWT, pengusaha terkadang masih suka menahan Ijazah Asli milik buruh yang sudah tidak bekerja, dengan berbagai alasan seperti jaminan karena pekerja memiliki beban tanggungan yang mesti dilunasi terlebih dahulu, atas kerugian pengusaha yang jelas tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan.
Seperti yang dialami oleh salah seorang pekerja di Kota Bekasi yang tidak ingin ditulis namanya, mengatakan bahwa Ijazah Asli miliknya masih ditahan oleh perusahaan sejak tahun 2021. Dengan alasan harus membayar 50% dari kerugian yang ditimbulkan oleh hutang customer (bad debt).
“Ijazah saya masih ditahan di sana, karena harus membayar kerugian 50% dari hutang customer, padahal posisi saya hanya marketing. Tugas saya hanya mencari pelanggan bukan memvalidasi atau analisis data, tetapi kenapa saya yang disuruh membayar” ucapnya
Lebih lanjut, perkara penahanan ijazah asli milik buruh yang dilakukan oleh perusahaan memang banyak kita temukan, meskipun tidak ada aturan dan perundang – undangan yang mengatur secara ekspilist untuk melarang pengusaha atau perusahaan menahan ijazah asli. Selama itu menjadi kesepakatan bersama, bukan karena di paksa atau terpaksa, namun penahanan ijazah asli bagi buruh yang sudah tidak bekerja, jelas merugikan baginya dalam mencari kerja di tempat yang baru.
Dilansir dari laman hukumonline.com. Juanda Pangaribuan, praktisi hukum hubungan industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat, agar kesepakatan penahanan ijazah memenuhi asas iktikad baik.
Menurut Juanda Pangaribuan ada beberapa ketentuan yang sebaiknya diatur dalam perjanjian kerja, yaitu:
- Perusahaan wajib mengembalikan ijazah saat masa kontrak berakhir. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum karyawan agar dapat menuntut haknya atas ijazah yang ditahan perusahaan.
- Bentuk jaminan dari perusahaan jika perusahaan melanggar perjanjian kerja.
- Pertanggungjawaban perusahaan jika ijazah mengalami kerusakan atau musnah.
Selain itu, Juanda Pangaribuan juga memberikan alternatif jaminan bagi perusahaan jika khawatir karyawan yang bersangkutan akan melalaikan kewajibannya selama masa kontrak. Dalam hal ini, perusahaan tidak perlu menahan ijazah melainkan dapat memproses hukum karyawan yang bersangkutan.
Dan bagi karyawan yang sudah di pecat atau mengundurkan diri alias tidak bekerja lagi, terkait ijazah miliknya mesti dikembalikan oleh perusahaan tanpa syarat. Adapun ternyata pekerja tersebut masih memiliki tanggungan dalam pekerjaan, lebih baik memilih opsi lain untuk penyelesaiannya. Bila memang ada perbuatan melawan hukum, maka pengusaha silahkan melaporkan saja ke pihak berwenang.
Penulis: SP
Editor: Nadya