Obat Keras Golongan G di Bekasi: Ancaman Sunyi yang Tak Boleh Diabaikan

Oleh : Supriyatno,
Ketua Badan Anti Narkoba Nusantara (BANN) Kota Bekasi
Bekasi – Di tengah hiruk pikuk pembangunan kota dan kehidupan masyarakat yang semakin modern, ada persoalan serius yang diam-diam menggerogoti: peredaran obat keras golongan “G”.
Fenomena ini bukan sekadar isu kesehatan, melainkan juga persoalan sosial, hukum, dan moral.
Ironisnya, toko-toko yang menjual obat berbahaya tersebut masih beroperasi bebas, seolah mendapatkan restu dari pihak yang seharusnya bertindak.
Obat keras golongan “G” bukanlah vitamin yang bisa dikonsumsi sesuka hati.
Tanpa resep dan pengawasan medis, obat ini dapat menimbulkan dampak serius: mulai dari kerusakan organ, gangguan mental, hingga kecanduan.
Lebih jauh, konsumsi sembarangan bisa memicu lahirnya generasi yang lemah secara fisik dan psikologis.
Pertanyaannya, apakah kita akan menutup mata melihat ancaman nyata ini?
Supriyatno, Ketua Badan Anti Narkoba Nusantara (BANN) Kota Bekasi, lantang menyuarakan keprihatinannya.
Ia mendesak aparat kepolisian dan Dinas Kesehatan untuk segera menindak tegas praktik ilegal tersebut.
“Jika tidak ada tindakan nyata, maka kami bersama masyarakat akan bergerak,” tegasnya.
Pernyataan ini menunjukkan betapa keresahan masyarakat telah mencapai titik puncak.
Peredaran obat keras golongan “G” bukan fenomena baru.
Sudah lama praktik ini berlangsung, bahkan di banyak kota lain di Indonesia.
Namun, yang membuat publik geram adalah lemahnya penegakan hukum. Seolah-olah ada “beking” di balik toko-toko nakal ini.
Jika benar demikian, maka bukan hanya hukum yang dipermainkan, melainkan juga keselamatan generasi bangsa.
Saatnya Masyarakat Ikut Ambil Peran
Tidak bisa dipungkiri, aparat penegak hukum memegang peran kunci.
Namun, masyarakat juga memiliki tanggung jawab moral untuk tidak membiarkan lingkungan mereka dirusak oleh obat ilegal.
Edukasi, kepedulian, dan keberanian melapor adalah langkah sederhana yang bisa dilakukan.
Bayangkan jika semua warga menolak peredaran obat keras di lingkungannya, maka peluang bisnis haram ini akan semakin sempit.
Kasus di Bekasi harus menjadi alarm bagi kita semua.
Ancaman obat keras bukan hanya merugikan kesehatan, tetapi juga masa depan bangsa.
Apakah kita rela melihat generasi muda hancur karena obat-obatan murah yang dijual bebas di balik etalase toko?
Peredaran obat keras golongan “G” harus segera dihentikan, tanpa kompromi.
Aparat wajib bertindak sesuai hukum, pemerintah perlu memperkuat regulasi dan pengawasan, sementara masyarakat harus bersatu menjaga lingkungan.
Hanya dengan sinergi itu, Bekasi – dan Indonesia secara keseluruhan – bisa terbebas dari ancaman sunyi yang kian meresahkan ini.**/Red
