Kontribusi Ganda Sawit: Devisa Negara dan Solusi Energi Masa Depan
Jakarta – Kelapa sawit kini memegang peran ganda bagi Indonesia. Selain terus menyumbang devisa terbesar bagi negara, komoditas strategis ini juga tampil sebagai sumber energi terbarukan yang menopang masa depan bangsa.
Karena itu, program biodiesel B50 dan pengembangan bioenergi berbasis sawit semakin terlihat sebagai kunci kemandirian energi menuju Indonesia Emas 2045.
Direktur Eksekutif Youth Environment Institute (YEI), Julian, menegaskan hal tersebut setelah menyampaikan hasil kajian lembaganya mengenai peran strategis industri kelapa sawit nasional.
“Kelapa sawit memberikan kontribusi ganda bagi Indonesia. Di satu sisi menopang devisa negara, di sisi lain menjadi sumber energi terbarukan masa depan. Program B50 dan inovasi bioenergi lainnya menjadi kunci kemandirian energi nasional,” ujar Julian.
Selanjutnya, Julian menekankan bahwa Indonesia masih berdiri sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan penguasaan pasar global sekitar 58 persen.
Ia menambahkan bahwa sektor ini menyetor devisa negara lebih dari USD 30 miliar setiap tahun, sehingga sawit terus memperkuat stabilitas ekonomi.
Bukan hanya itu, Julian juga menyoroti peran sawit sebagai penggerak ekonomi rakyat. Ia menyebut industri sawit menghidupi sekitar 16 juta pekerja beserta keluarganya, mulai dari petani hingga tenaga kerja industri hilir.
Karena itu, ia menilai industri sawit terus menciptakan efek berganda bagi perekonomian nasional maupun daerah.
Industri ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sekaligus meningkatkan penerimaan negara melalui pajak dan pungutan yang kemudian pemerintah alokasikan untuk pembangunan infrastruktur serta kesejahteraan petani.
Selain menopang ekonomi nasional, keberadaan perkebunan sawit juga menggerakkan roda ekonomi kerakyatan di berbagai wilayah. Banyak daerah menggantungkan aktivitas ekonominya pada industri ini.
Beranjak ke sektor energi, Julian menilai program biodiesel B50 sebagai langkah strategis untuk menghemat devisa sekaligus menekan emisi karbon.
Melalui B50, Indonesia semakin mengurangi impor BBM, menurunkan emisi, dan menjaga stabilitas energi karena proses produksinya berlangsung di dalam negeri.
Ia menegaskan bahwa program ini juga meningkatkan penyerapan CPO domestik. Dengan demikian, harga tandan buah segar di tingkat petani cenderung lebih stabil, sementara nilai tambah industri sawit ikut meningkat.
Dari perspektif lingkungan, Julian menyebut bahwa penggunaan biodiesel sawit mampu memangkas emisi hingga 80 persen dibandingkan bahan bakar fosil.
Karena itu, ia menilai sawit bukan hanya menopang ekonomi, tetapi juga membantu transisi energi bersih Indonesia.







