Gen Z Terjerat Kredit Macet: Tren Konsumtif atau Kurangnya Edukasi Finansial

Masalah Kredit – Fenomena kredit macet di kalangan generasi Z kian menjadi sorotan. Di tengah kemudahan akses terhadap layanan keuangan digital, muncul kekhawatiran bahwa gaya hidup konsumtif dan minimnya edukasi finansial menjadi penyebab utama mereka terjebak dalam jerat utang. Lantas, apa sebenarnya yang terjadi?
Generasi Z, yang umumnya lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kini mulai aktif dalam dunia kerja dan memiliki daya beli sendiri.
Mereka akrab dengan teknologi dan berbagai aplikasi finansial, termasuk layanan pinjaman online (pinjol), paylater, hingga kartu kredit digital.
Namun, kemudahan ini ternyata membawa risiko tersendiri.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2024, angka kredit macet (non-performing loan/NPL) dari kalangan muda, khususnya Gen Z, mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa banyak dari mereka mengalami kesulitan membayar cicilan karena tidak memiliki perencanaan keuangan yang matang.
Meningkatnya kasus kredit macet di kalangan Gen Z tak lepas dari tren konsumsi digital yang tinggi.
Belanja daring, gaya hidup instan, dan tekanan sosial dari media sosial turut mendorong perilaku konsumtif.
Banyak dari mereka tergoda membeli barang-barang yang tidak mendesak hanya untuk menjaga citra atau sekadar ikut tren.
Layanan paylater atau pinjaman instan yang ditawarkan e-commerce dan fintech menjadi jalan pintas yang kerap digunakan.
Sayangnya, tidak sedikit dari mereka yang menggunakan fasilitas tersebut tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial jangka panjang.
Fenomena kredit macet di kalangan Gen Z tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Data menunjukkan bahwa tren ini juga mulai merambah ke wilayah pinggiran dan kota-kota kecil.
Akses internet dan penetrasi teknologi finansial (fintech) yang semakin luas membuat jebakan utang digital bisa menjangkau siapa saja, di mana saja.
Peningkatan kredit macet di kalangan Gen Z mulai terlihat sejak masa pandemi COVID-19.
Saat itu, banyak anak muda kehilangan pekerjaan atau penghasilannya menurun, sementara gaya hidup tetap ingin dipertahankan.
Ketergantungan terhadap kredit instan menjadi solusi jangka pendek yang ternyata berdampak jangka panjang.
Setelah pandemi mereda, kebiasaan ini justru berlanjut.
Terlebih dengan maraknya promo cicilan 0%, cashback, dan tawaran instan lainnya yang menyasar generasi muda, tren konsumtif ini pun kian mengakar.
Ada beberapa alasan utama mengapa Gen Z rentan terjebak dalam kredit macet:
- Kurangnya Literasi Finansial
Banyak dari mereka belum memahami konsep dasar keuangan, seperti bunga, cicilan, atau pengelolaan anggaran. Literasi keuangan yang rendah membuat mereka sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. - Gaya Hidup Konsumtif
Media sosial menjadi pemicu utama gaya hidup konsumtif. Keinginan untuk tampil sempurna dan mengikuti tren membuat mereka tergoda untuk membeli barang-barang di luar kemampuan. - Akses Kredit yang Terlalu Mudah
Fintech dan platform digital memudahkan siapa saja untuk mendapatkan pinjaman dalam hitungan menit. Proses yang praktis tanpa edukasi memadai justru menjadi jebakan bagi generasi muda. - Minimnya Pengawasan dan Perlindungan
Banyak pengguna muda yang tidak membaca syarat dan ketentuan pinjaman dengan teliti. Akibatnya, mereka terjerat bunga tinggi dan denda keterlambatan yang memberatkan.
Pendekatan dan Edukasi
Masalah kredit macet di kalangan Gen Z perlu disikapi dengan pendekatan edukatif dan regulatif.
Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
Edukasi Finansial Sejak Dini
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan pelaku industri keuangan perlu bekerja sama untuk memberikan edukasi finansial sejak bangku sekolah.
Materi seperti pengelolaan uang, pentingnya menabung, hingga risiko utang harus diajarkan secara sistematis.
Penguatan Regulasi Fintech
OJK dan Bank Indonesia perlu memperketat regulasi terhadap fintech, terutama terkait transparansi bunga dan biaya tambahan.
Perlindungan konsumen muda harus menjadi prioritas.
Peran Keluarga dan Lingkungan
Orang tua dan lingkungan sekitar memegang peran penting dalam membentuk kebiasaan finansial anak muda.
Dengan memberi contoh yang baik dan mengajak diskusi terbuka tentang uang, Gen Z bisa lebih bijak dalam mengelola keuangannya.
Teknologi untuk Kebaikan
Ironisnya, teknologi yang menjadi bagian dari masalah juga bisa menjadi solusi.
Aplikasi keuangan yang menawarkan fitur edukasi, pengingat anggaran, atau simulasi pinjaman dapat membantu pengguna muda memahami risiko dan mengelola keuangannya dengan lebih baik.
Kesimpulan
Kredit macet di kalangan Gen Z bukan semata soal gaya hidup konsumtif, tetapi juga cerminan dari kurangnya edukasi finansial yang memadai.
Dalam era digital yang serba cepat, diperlukan kesadaran kolektif untuk membekali generasi muda dengan kemampuan literasi keuangan yang kuat.
Tanpa itu, kemudahan finansial justru bisa menjadi jebakan utang yang berkepanjangan.
Apakah Anda atau orang terdekat Anda termasuk yang kesulitan mengelola keuangan di era digital ini?
Jangan ragu untuk berdiskusi dan berkonsultasi gratis bersama para ahli keuangan dan hukum dari LBH Garuda Kencana Indonesia. Kami siap membantu Anda menemukan solusi terbaik.**/
Seluruh informasi hukum yang ada di situs gensa.club disiapkan semata – mata untuk tujuan edukasi dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya).
Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap permasalahan Hukum Pidana dan Hukum Perdata serta perkara hubungan industrial atau seputar ketenagakerjaan, atau Permasalahan Hukum lainnya.
Silahkan menghubungi kami melalui Whatsapp/Seluler atau kunjungi kantor YLBH Garuda Kencana Cabang Kota Bekasi untuk pendampingan hukum.
