MTF Bekasi Diduga Langgar UU Fidusia, Konsumen Dirugikan

Bekasi – Dugaan pelanggaran hukum kembali mencuat di sektor pembiayaan kendaraan bermotor, PT Mandiri Tunas Finance (MTF) cabang Kota Bekasi dituding melakukan praktik yang bertentangan dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, setelah salah satu debiturnya mengalami tindakan penarikan kendaraan secara sepihak oleh debt collector.
Peristiwa ini menimpa seorang konsumen bernama Budi Syahputra, S.Sos., debitur resmi MTF Bekasi.
Budi mengalami keterlambatan pembayaran angsuran selama tiga bulan.
Kendaraan miliknya, berpelat nomor B 1200 CZX, yang saat itu sedang digunakan oleh keponakannya, tiba-tiba didatangi empat orang debt collector pada Minggu (15/9) di sebuah ruko.
Keempat debt collector tersebut mengaku sebagai perwakilan MTF.
Mereka membawa keponakan Budi ke kantor cabang dengan alasan mencari solusi penyelesaian tunggakan.
Namun, bukannya mediasi, kendaraan justru dibawa dan ditahan di kantor cabang MTF Yogyakarta.
Informasi yang beredar menyebutkan, setidaknya ada delapan orang debt collector yang terlibat dalam proses penahanan mobil tersebut.
Kondisi semakin merugikan konsumen ketika pihak MTF menyatakan kendaraan hanya bisa dilepaskan jika seluruh sisa angsuran dilunasi sekaligus.
Dalam situasi tertekan, keponakan Budi bahkan dipaksa menandatangani dokumen penyerahan kendaraan yang disebut dilakukan secara “sukarela”.
Menurut pengakuan Budi, tindakan tersebut sangat memberatkan dirinya sebagai debitur.
Ia menilai proses yang dijalankan pihak perusahaan sama sekali tidak mengedepankan mekanisme hukum sebagaimana diatur dalam UU Fidusia.
UU Fidusia Atur Eksekusi Objek Jaminan
Berdasarkan Pasal 29 dan Pasal 30 UU No. 42 Tahun 1999, eksekusi objek jaminan fidusia hanya dapat dilakukan melalui dua cara:
- Penyerahan sukarela oleh debitur tanpa adanya paksaan.
- Eksekusi melalui mekanisme hukum, baik melalui pengadilan maupun pelelangan umum.
Dengan demikian, penarikan kendaraan oleh debt collector tanpa putusan pengadilan atau pelelangan resmi dapat dianggap sebagai tindakan perampasan.
Bahkan, menurut pakar hukum, praktik semacam ini berpotensi dikategorikan sebagai tindak pidana sesuai Pasal 36 UU Fidusia, yang mengancam pelanggar dengan pidana penjara maupun denda.
Kasus yang menimpa Budi menambah daftar panjang dugaan pelanggaran fidusia oleh perusahaan pembiayaan di Indonesia.
Banyak konsumen mengaku dirugikan akibat praktik penarikan kendaraan yang dilakukan tanpa prosedur hukum.
Hal ini menimbulkan keresahan, terutama bagi masyarakat yang awam mengenai hak-hak mereka sebagai debitur.
Pakar hukum menegaskan bahwa praktik penarikan sepihak oleh debt collector tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai etika bisnis.
Seharusnya perusahaan pembiayaan memberikan edukasi dan solusi penyelesaian yang sesuai regulasi, bukan memanfaatkan posisi tawar yang timpang untuk menekan konsumen.
Melihat maraknya kasus serupa, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didesak segera turun tangan.
Lembaga pengawas sektor jasa keuangan tersebut dinilai perlu melakukan investigasi mendalam terhadap PT Mandiri Tunas Finance, khususnya cabang Bekasi, serta menjatuhkan sanksi tegas jika terbukti terjadi pelanggaran.
Langkah ini penting untuk memastikan perlindungan konsumen sekaligus menjaga kredibilitas industri pembiayaan yang belakangan kerap tercoreng oleh praktik ilegal debt collector.
Merasa haknya dilanggar, Budi menyatakan akan menempuh jalur hukum.
Ia berencana melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian serta menyampaikan pengaduan resmi ke OJK.
Menurutnya, tindakan MTF sangat merugikan dan tidak sejalan dengan perjanjian kredit yang telah ditandatangani.
“Saya siap membawa kasus ini ke ranah hukum agar ada keadilan. Konsumen tidak boleh terus-menerus menjadi korban praktik semena-mena perusahaan pembiayaan,” tegas Budi.
Penutup
Kasus dugaan pelanggaran fidusia oleh Mandiri Tunas Finance Bekasi menjadi peringatan bagi masyarakat agar lebih memahami hak-haknya sebagai debitur.
Pemerintah, aparat penegak hukum, dan OJK diharapkan memperketat pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan, sehingga praktik penarikan kendaraan bermotor tanpa prosedur hukum tidak lagi menimpa konsumen.**/Red
