Beranda Hukum Membongkar Istilah Konsorsium dan Humas dalam Kasus Jaringan Judi Online di Semarang
Hukum

Membongkar Istilah Konsorsium dan Humas dalam Kasus Jaringan Judi Online di Semarang

Kepala konsorsium tidak bekerja sendiri. Ia dibantu tim untuk mengelola setoran dari para bandar judi online. Setiap bulan, para bandar

Membongkar Istilah Konsorsium dan Humas dalam Kasus Jaringan Judi Online di Semarang – (Foto Istimewa)

Semarang – Kasus jaringan judi online besar yang diungkap oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri membawa banyak fakta menarik. Salah satunya adalah munculnya istilah “konsorsium” dan “humas” yang kerap digunakan para pelaku untuk menjalankan bisnis ilegal mereka. Terungkapnya kasus ini melibatkan Komisaris PT Arta Jaya Putra, Firman Hertanto alias Aseng, yang diduga kuat menjadi otak di balik jaringan tersebut.

Menurut hasil penyidikan, Firman diduga mencuci uang hasil bisnis judi online melalui Hotel Aruss di Semarang. Seorang sumber yang mengetahui proses penyelidikan menyebutkan bahwa Firman memiliki peran sentral sebagai kepala konsorsium.

“Biasanya, selain menjadi kepala konsorsium, orang tersebut juga memiliki website judi online sendiri,” kata sumber tersebut.

Dalam konteks bisnis judi online, konsorsium merujuk pada kumpulan pemilik website perjudian yang bekerja sama di bawah kepemimpinan seorang kepala.

Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsorsium berarti himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama.

Dalam kasus ini, kepala konsorsium bertugas mengatur berbagai hal, mulai dari aliran dana hingga penyediaan rekening penampung yang menggunakan identitas orang lain.

“Kepala konsorsium tidak bekerja sendiri. Ia dibantu tim untuk mengelola setoran dari para bandar judi online. Setiap bulan, para bandar menyetor Rp 15 juta per website ke rekening-rekening tertentu,” ungkap sumber tersebut.

Dengan ratusan website yang dimiliki oleh setiap bandar, jumlah uang yang terkumpul mencapai Rp 40-45 miliar setiap bulannya.

Nama konsorsium juga mencuat dalam kasus lain, seperti dugaan keterlibatan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo sebagai pemimpin Konsorsium 303. Istilah ini merujuk pada jaringan pengamanan bisnis judi yang melibatkan oknum penegak hukum.

Istilah konsorsium tidak hanya menggambarkan jaringan bisnis ilegal yang terorganisir, tetapi juga menunjukkan seberapa besar skala operasional mereka.

Baca juga :  Fenomena Salah Deteksi AI: Seberapa Bisa Dipercaya Alat Deteksi Kecerdasan Buatan

Dalam beberapa kasus, anggota konsorsium dapat berasal dari berbagai wilayah dengan sistem kerja yang terkoordinasi. Hal ini menjadikan bisnis judi online sulit dilacak dan diberantas sepenuhnya.

Selain konsorsium, penyidik juga menemukan istilah “humas” dalam jaringan ini. Humas adalah individu yang ditunjuk oleh konsorsium untuk menjadi penghubung dengan pihak eksternal, termasuk oknum aparat hukum.

Dalam jaringan judi online di Semarang, dua orang bernama Sinda dan Johan diketahui menjalankan peran ini.

Kedua humas tersebut rutin bertemu di sebuah restoran Korea di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, untuk mengatur strategi.

Tugas utama mereka adalah mendistribusikan uang “pengamanan” kepada oknum tertentu, memastikan bisnis haram ini bisa berjalan lancar tanpa gangguan hukum.

“Humas memiliki kontribusi besar dalam keberlangsungan bisnis judi online. Mereka menjadi perantara penting antara konsorsium dan pihak-pihak yang dapat melindungi jaringan ini,” ujar sumber tersebut.

Tidak hanya itu, humas juga bertugas membangun relasi dengan pihak lain yang dapat memberikan akses atau fasilitas untuk memperluas bisnis ini.

Peran mereka sangat strategis karena mereka memastikan jaringan tetap beroperasi meskipun menghadapi ancaman hukum atau tekanan eksternal lainnya.

Modus Operandi dan Dampak Ekonomi

Dalam jaringan ini, setiap bandar judi online wajib menyetor sejumlah uang ke rekening yang sudah ditentukan. Uang tersebut digunakan untuk membiayai operasional jaringan, termasuk pembayaran kepada humas dan kepala konsorsium.

Modus ini memastikan semua anggota jaringan mendapatkan perlindungan, baik secara hukum maupun operasional.

Namun, praktik ini berdampak besar terhadap ekonomi dan hukum. Dengan omzet yang mencapai puluhan miliar rupiah per bulan, jaringan judi online ini tidak hanya merugikan negara dari sisi pajak, tetapi juga memperparah masalah sosial, seperti kecanduan judi dan tindak kriminal yang menyertainya.

Baca juga :  Penegakan Hukum terhadap Penyiaran Berita Bohong dalam KUHP Lama dan Baru

Selain kerugian ekonomi, dampak sosial dari praktik ini juga signifikan. Banyak individu dan keluarga yang terjebak dalam lingkaran kecanduan judi, yang pada akhirnya menyebabkan kerugian finansial, keretakan rumah tangga, dan bahkan tindakan kriminal seperti pencurian atau penipuan.

Bareskrim Polri terus mendalami peran Firman Hertanto dalam jaringan ini. Penelusuran aliran dana, identitas pemilik rekening penampung, serta pihak-pihak yang menerima uang “pengamanan” menjadi fokus utama.

Penyidik juga berupaya mengidentifikasi keterlibatan oknum lembaga penegak hukum dalam melindungi jaringan ini.

Pengungkapan kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya bisnis judi online. Istilah-istilah seperti konsorsium dan humas menjadi bukti bahwa praktik ini dijalankan secara terorganisir, melibatkan berbagai pihak dengan peran yang terstruktur.

Selain itu, Bareskrim Polri juga menggandeng lembaga lain untuk memperluas penyelidikan, termasuk melibatkan pakar keuangan dalam melacak transaksi mencurigakan.

Langkah ini diharapkan dapat mengungkap lebih banyak pelaku dan menghentikan operasi jaringan judi online yang masih aktif.

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan ketat terhadap bisnis digital yang berpotensi melanggar hukum.

Selain tindakan tegas terhadap pelaku, edukasi kepada masyarakat tentang bahaya judi online juga harus ditingkatkan. Penegakan hukum yang transparan dan konsisten menjadi kunci untuk memutus mata rantai bisnis haram ini.

Dengan temuan ini, masyarakat diharapkan dapat lebih waspada terhadap dampak negatif judi online. Sementara itu, aparat penegak hukum dituntut untuk terus mengusut tuntas kasus ini demi menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari kejahatan terorganisir.

Untuk langkah jangka panjang, pemerintah perlu mempertimbangkan regulasi yang lebih ketat terhadap aktivitas online yang mencurigakan.

Kerjasama dengan platform teknologi juga harus ditingkatkan untuk mendeteksi dan menutup situs judi online secara cepat. Semua pihak harus berperan aktif dalam memastikan bahwa jaringan seperti ini tidak lagi memiliki tempat di masyarakat.***/Red

Baca juga :  SD SWASTA SANTO MARKUS I, Enggan Beri Komentar Terkait Dugaan Bullying

Sumber : Tempo.co


Simak berita dan artikel pilihan Gensa.Club langsung dari WhatsApp Channel, klik disini : "https://whatsapp.com/channel/GensaClub" dan pastikan kamu memiliki aplikasi WhatsApp yaa.
Sebelumnya

Drama Penculikan Anak di Bekasi: Polisi Ungkap Modus dan Tangkap Pelaku

Selanjutnya

Manajer Diduga Gelapkan Uang, Wika Salim Lapor Polisi: Rugi Miliaran Rupiah

Gensa Media Indonesia