Politik

Demokrasi Desa: Antara Janji dan Ingatan

Demokrasi Desa: Antara Janji dan Ingatan – Foto Istimewa

Politik – Pemilihan kepala desa bukan sekadar ritual lima tahunan.

Ia adalah cermin kecil dari demokrasi bangsa, di mana rakyat desa diberi hak memilih pemimpin yang dipercaya bisa membawa perubahan.

Namun, sejarah dan pengalaman sering mengajarkan kita sebuah ironi: janji yang diucapkan lantang saat kampanye, perlahan memudar begitu kursi kekuasaan berhasil digenggam.

Di Kedung Jaya, menjelang pemilihan kepala desa, para calon mulai memperkenalkan diri, menyebar senyum, menjanjikan program, bahkan turun rumah-rumah warga.

Semua terlihat akrab, seolah dekat dengan rakyat. Namun pertanyaan mendasarnya: apakah kedekatan itu hanya sementara, sekadar alat untuk meraih suara?

Kepemimpinan: Antara Kursi dan Nurani

Filsafat kepemimpinan tidak pernah berhenti pada posisi atau jabatan.

Seorang pemimpin sejati bukan hanya dipilih, tapi diuji oleh waktu: apakah ia mampu mengingat rakyat setelah pesta demokrasi usai? Kursi jabatan hanyalah sarana, bukan tujuan.

Tujuan sejati kepemimpinan adalah kesejahteraan rakyat.

Calon kepala desa harus bertanya pada dirinya: apa yang sebenarnya dikejar?

Kehormatan jabatan atau pengabdian tulus?

Seorang pemimpin yang hanya mengejar kedudukan, pada akhirnya akan menjadi budak kepentingannya sendiri.

Tetapi pemimpin yang lahir dari kesadaran nurani, akan menempatkan rakyat sebagai pusat dari setiap kebijakan.

Pemilih: Antara Ingatan dan Lupa

Namun, kesalahan tidak hanya berada di pundak calon.

Rakyat pun sering terjebak pada “lupa yang disengaja.”

Lupa akan janji yang tak ditepati, lupa pada rekam jejak yang keruh, bahkan terkadang rela menjual suara demi iming-iming sesaat.

Inilah yang membuat demokrasi desa sering berhenti pada pesta, bukan pada perubahan.

Rakyat harus belajar menjadi pemilih yang kritis, bukan sekadar penonton yang terbuai.

Jangan sampai suara hanya ditukar dengan janji kosong, amplop, atau sekadar senyum basa-basi.

Baca juga :  Pemerintah Dinilai Kurang Serius Lindungi Anak, DPRD Soroti Minimnya Fasilitas dan Anggaran DP3A

Jangan Hanya Saat Pemilihan

Kedekatan pemimpin dengan rakyat tidak boleh berhenti di masa kampanye.

Justru setelah terpilih, pemimpin diuji: apakah ia hadir saat rakyat kesulitan, atau hanya saat membutuhkan suara?

Kepemimpinan sejati ditandai dengan keberanian memikul beban rakyat, bukan sekadar menikmati fasilitas jabatan.

Maka, kepada para calon kepala desa Kedung Jaya, jadikan pencalonan ini bukan sekadar ambisi, tapi pengabdian.

Jangan nodai demokrasi desa dengan tipu daya dan janji manis.

Kepada para pemilih, jadilah bijak: ingatlah bahwa suara Anda adalah amanah, bukan barang dagangan.

Demokrasi tanpa ingatan hanyalah panggung sandiwara.

Desa tanpa pemimpin yang jujur hanyalah ladang subur bagi kepalsuan.

Mari kita renungkan bersama: apakah kita ingin pemimpin yang datang hanya saat kampanye, atau pemimpin yang benar-benar hadir di setiap denyut nadi kehidupan desa?

Pilihan ada di tangan kita.

Salam Hormat,
Danu Ubaidillah
DPP Jajaka (Jawara Jaga Kampung)
Pemimpin Redaksi LiputanHk.com
Redaktur Fakta Hukum Indonesia

Simak berita dan artikel pilihan Gensa Media Indonesia langsung dari WhatsApp Channel, klik disini : "https://whatsapp.com/channel/GensaClub" dan pastikan kamu memiliki aplikasi WhatsApp yaa.
Sebelumnya

Panglima TNI Sapa Satgas Kesehatan di Gaza dan Papua pada HUT ke-80 TNI

Selanjutnya

Pasmar 3 Semarakkan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid PPTQ Fahd Al-Muslim Sorong

Redaktur
Penulis

Redaktur

Gensa Media Indonesia