Dugaan Pemerasan Rp1,5 Miliar, Oknum Polisi Diduga Terseret Kasus PJU Cianjur

Jakarta, 16 Juli 2025 — Aroma busuk penyalahgunaan wewenang kembali menyeruak. Kali ini, Ketua Dewan Penasehat DPP Prabu Satu Nasional (PSN), Dwi Purbo Istiyarno, menjadi korban dugaan pemerasan oleh seorang oknum polisi aktif berinisial R.H., yang disebut berasal dari Ditlantas Polda Metro Jaya.
Bermula dari proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Dwi Purbo diduga dipaksa menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar untuk “mengamankan” perkara yang tengah diproses di Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur. Namun belakangan, aliran dana itu justru menjadi misteri baru.
“Dari informasi yang kami terima, hanya Rp1 miliar yang tercatat di Kejari Cianjur. Sisanya Rp500 juta tak jelas ke mana perginya. Ini jelas mencurigakan,” tegas Ketua Umum DPP PSN, Teungku Muhammad Raju, dalam pernyataan persnya, Rabu (16/7).
Merespons temuan tersebut, DPP PSN langsung bergerak. Pada 10 Juli 2025, mereka resmi melaporkan R.H. ke Polda Metro Jaya dan Divisi Propam Mabes Polri. Laporan itu memuat dugaan pemerasan, penipuan, penggelapan, hingga penyalahgunaan jabatan oleh aparat aktif.
Tak hanya berhenti di sana, DPP PSN juga menggandeng LBH Cakrawala Keadilan dan menunjuk Tonizal, S.H. sebagai kuasa hukum untuk mengawal kasus ini. Menurut Raju, organisasi yang dipimpinnya tidak akan tinggal diam saat kader seniornya menjadi korban kriminalisasi.
“Hukum harus menjadi alat perlindungan, bukan alat tekanan. Jika aparat bisa semena-mena, maka tak ada lagi rasa aman bagi masyarakat,” tegasnya.
Dalam siaran persnya, DPP PSN juga menyodorkan empat pertanyaan krusial kepada institusi penegak hukum. Pertanyaan yang, menurut mereka, wajib dijawab secara terbuka:
- Mengapa oknum polisi menyerahkan uang ke Kejari Cianjur?
- Apakah R.H. memiliki kuasa hukum resmi dari Dwi Purbo atau perusahaannya, PT Karya Putra Abadi?
- Apa dasar hukum Kejari menerima dana dari pihak yang bukan tersangka atau pihak berperkara?
- Di mana keberadaan dana Rp500 juta yang tidak tercatat secara resmi?
Pertanyaan-pertanyaan ini menggambarkan adanya dugaan sistemik dalam tata kelola hukum, khususnya praktik “pengamanan perkara” yang justru mencederai kepercayaan publik.
DPP PSN kini mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk turun tangan dan menyelidiki aliran dana ke Kejari Cianjur. Mereka juga meminta Kapolri dan jajaran Propam untuk tidak melindungi oknum yang mencemari institusi.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Oknum R.H. harus bertanggung jawab, bukan hanya secara hukum, tapi juga secara moral,” kata Raju.
Kasus ini seolah mengingatkan kembali bahwa integritas aparat masih menjadi pekerjaan rumah besar. Bukan hanya soal oknum, tapi juga tentang sistem yang memungkinkan praktik-praktik seperti ini terus terjadi.
“Ini bukan hanya soal Dwi Purbo, bukan soal PSN. Ini soal wajah hukum kita hari ini. Apakah masih bisa dipercaya?” tutup Raju dengan nada serius.
