Respon Dedy Mulyadi Terkait Istri Wali Kota Bekasi Menginap di Hotel Saat Banjir

Bekasi – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melontarkan kritik tajam terhadap keputusan istri Wali Kota Bekasi, Wiwiek Hargono, yang memilih menginap di hotel setelah rumahnya terdampak banjir akibat luapan Sungai Bekasi.
Menurut Dedi, sebagai istri pejabat publik, Wiwiek seharusnya menunjukkan empati dengan ikut merasakan penderitaan warga yang terdampak banjir, bukan justru menjauh dari situasi tersebut.
“Kepada seluruh pejabat di mana pun berada, ya hari ini istri pejabat, mari kita sama-sama merasakan apa yang diderita oleh masyarakat,” ujar Dedi Mulyadi saat ditemui di Kantor BPK Jawa Barat, Rabu (5/3/2025).
Ia menegaskan bahwa pejabat dan keluarganya memiliki tanggung jawab moral untuk hadir di tengah-tengah masyarakat saat terjadi bencana.
Menurut Dedi, keputusan untuk menginap di hotel di tengah krisis banjir mencerminkan kurangnya empati terhadap masyarakat yang sedang berjuang menghadapi dampak bencana.
“Pada saat masyarakat mendapat musibah, pejabat dan istri pejabat ada di tengah-tengah masyarakat,” lanjutnya.
Meski Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada istri Wali Kota Bekasi, Dedi menegaskan bahwa pihaknya akan tetap melakukan pembinaan bagi pejabat maupun pasangan pejabat yang dinilai tidak menunjukkan kepedulian terhadap rakyat.
“Sebagai Gubernur, saya bisa melakukan pembinaan berupa teguran. Melalui media ini, saya menyampaikan teguran kepada istri Wali Kota Bekasi untuk mengubah sikapnya karena dipilih oleh masyarakat,” tegasnya.
Wali Kota Bekasi Klarifikasi Keputusan Menginap di Hotel
Menanggapi kritik tersebut, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, memberikan klarifikasi terkait keputusannya bersama istri untuk menginap di hotel.
Menurutnya, keputusan itu bukanlah bentuk kemewahan, melainkan langkah strategis untuk memastikan dirinya tetap bisa menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah di tengah kondisi darurat banjir.
“Tidak ada keinginan untuk bermewah-mewahan,” ujar Tri Adhianto di Bekasi, Rabu (5/3/2025).
Ia menjelaskan bahwa rumahnya turut terendam banjir sehingga ia harus mencari tempat yang memungkinkan dirinya tetap dapat bergerak dengan cepat untuk mengoordinasikan bantuan bagi warga terdampak.
Tri menegaskan bahwa prioritas utamanya adalah keselamatan keluarga serta kelancaran tugasnya dalam menangani bencana.
“Saya selamatkan dulu anak dan istri saya. Kemudian pagi-pagi jam 6 saya juga harus sudah bergabung dengan warga masyarakat,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa hotel yang dipilihnya berada di lokasi strategis, sehingga memudahkannya dalam menjalankan tugas.
“Saya harus bisa memastikan bahwa pada pagi hari itu logistik harus sudah siap. Karena memang sejak jam 10 malam saya berada di lapangan, jam 2 pulang, dan saya hanya mengambil istri dan anak saya,” jelasnya.
Kritik yang disampaikan Gubernur Jawa Barat ini mendapat beragam respons dari masyarakat.
Sebagian menilai bahwa pejabat publik, termasuk keluarganya, seharusnya lebih peka terhadap penderitaan rakyat.
Namun, ada juga yang memahami alasan Wali Kota Bekasi dalam mengambil keputusan tersebut.
Di tengah kondisi darurat seperti banjir, banyak pihak berharap agar pejabat publik lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan menunjukkan empati yang nyata.
Kepemimpinan di saat krisis tidak hanya diukur dari kebijakan yang diambil, tetapi juga dari kehadiran langsung pemimpin di tengah-tengah masyarakat yang terdampak.
Polemik ini menjadi pengingat bahwa dalam situasi bencana, solidaritas dan kedekatan dengan masyarakat adalah hal yang sangat penting.
Masyarakat berharap agar pejabat publik tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga memberikan solusi nyata bagi warga yang terdampak bencana.**(sumber: Kompas.com)
