Jokowi hingga Surya Paloh Bersuara: Prabowo Bukan Presiden Boneka

Jakarta – Isu yang menyebut Presiden terpilih Prabowo Subianto sebagai “presiden boneka” terus menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir.
Dugaan bahwa Prabowo akan dikendalikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah resmi menjabat pada Oktober 2024, memunculkan spekulasi adanya dua pusat kekuasaan atau yang dikenal dengan istilah “matahari kembar” dalam pemerintahan mendatang.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah tokoh politik memberikan klarifikasi dan pembelaan terhadap integritas kepemimpinan Prabowo.
Isu “presiden boneka” pertama kali mengemuka dalam diskursus politik pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Sebagian pihak meragukan independensi Prabowo Subianto dalam memimpin pemerintahan, mengingat kedekatannya dengan mantan Presiden Jokowi serta terpilihnya Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi sebagai wakil presiden.
Spekulasi tersebut menyiratkan bahwa Prabowo akan berada di bawah bayang-bayang pengaruh Jokowi, dan bahwa kebijakan-kebijakan strategis pemerintah mendatang akan ditentukan oleh pihak di luar Prabowo sendiri.
Joko Widodo, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, serta Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (bukan Menteri ESDM, sebagaimana sebelumnya disebut), secara terbuka menyatakan pandangannya mengenai isu tersebut.
Pernyataan juga disampaikan langsung oleh Prabowo Subianto yang menolak narasi negatif yang ditujukan padanya.
Prabowo Subianto secara tegas membantah anggapan bahwa dirinya akan menjadi presiden boneka.
Ia menegaskan bahwa dirinya memiliki kapasitas dan independensi dalam memimpin bangsa.
Pernyataan ini disampaikan Prabowo dalam sejumlah kesempatan publik, termasuk dalam wawancara dan pidato resmi pasca penetapan hasil Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Saya tegaskan bahwa saya bukan boneka siapa pun. Saya akan memimpin sesuai amanat rakyat dan konstitusi,” ujar Prabowo dalam sebuah acara resmi, sebagaimana dikutip dari berbagai media nasional, Kamis (9/5/2024).
Jokowi juga turut memberikan klarifikasi atas isu yang menyeret namanya.
Ia menegaskan bahwa Prabowo memiliki karakter kepemimpinan yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi.
Menurutnya, tuduhan bahwa Prabowo hanya akan menjadi simbol tanpa kekuasaan nyata adalah tidak berdasar.
“Pak Prabowo adalah tokoh militer dan politikus yang punya prinsip kuat. Saya percaya beliau mampu mengambil keputusan secara mandiri. Tidak benar kalau disebut sebagai boneka,” kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Negara, Jumat (10/5/2024).
Jokowi juga meminta publik untuk memberi kesempatan kepada pasangan presiden dan wakil presiden terpilih untuk bekerja membangun bangsa.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memberikan pernyataan yang menyejukkan.
Ia berharap Prabowo Subianto tidak lagi menghabiskan energi untuk merespons isu yang menurutnya tidak produktif.
Paloh meyakini Prabowo bukan sosok yang mudah dikendalikan.
“Pak Prabowo adalah pemimpin yang telah lama malang melintang di dunia politik dan militer. Beliau bukan tipe pemimpin yang bisa diarahkan begitu saja. Saya harap isu ini tidak perlu diperpanjang lagi,” ujar Surya Paloh kepada wartawan usai pertemuan internal partai, Sabtu (11/5/2024).
Sementara itu, Bahlil Lahadalia, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Investasi dan merupakan salah satu tokoh penting di Partai Golkar, juga menegaskan bahwa mandat rakyat telah diberikan kepada Prabowo-Gibran.
Ia menyebut pasangan ini sebagai presiden dan wakil presiden yang sah dan berdaulat penuh.
“Pemimpin kita saat ini adalah Pak Prabowo dan Mas Gibran. Mereka dipilih rakyat secara demokratis. Keduanya memiliki legitimasi penuh dan tak perlu diragukan lagi,” kata Bahlil dalam keterangan tertulis kepada media.
Pengamat politik menilai isu presiden boneka mencuat sebagai bagian dari dinamika politik pasca-pemilu.
Beberapa kelompok yang merasa tidak puas dengan hasil pilpres disebut berupaya membangun narasi untuk melemahkan legitimasi pemerintahan baru.
Pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Arya Fernandes, mengatakan bahwa retorika semacam ini sering digunakan sebagai strategi oposisi.
“Dalam konteks demokrasi, kritik boleh-boleh saja. Namun, tuduhan seperti ini harus dibarengi dengan bukti dan tidak boleh hanya menjadi alat delegitimasi,” kata Arya dalam diskusi publik bertema “Transisi Kekuasaan dan Masa Depan Demokrasi”, yang digelar di Jakarta, Sabtu (11/5/2024).
Saat ini, proses transisi pemerintahan dari Jokowi kepada Prabowo sedang berlangsung.
Presiden Jokowi telah menyatakan kesiapan untuk mendukung kelancaran proses transisi agar pemerintahan berjalan stabil hingga pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Pemerintah juga telah membentuk tim transisi yang melibatkan perwakilan dari kubu Prabowo-Gibran dan pejabat-pejabat senior dari kabinet Jokowi.
Tujuannya adalah memastikan tidak ada kekosongan kebijakan dan segala proses administrasi berjalan sesuai konstitusi.
Kesimpulan
Isu presiden boneka yang diarahkan kepada Prabowo Subianto telah dibantah oleh sejumlah tokoh nasional, termasuk Jokowi dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ada keyakinan kuat terhadap independensi dan kapabilitas Prabowo dalam memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan.
Dengan proses transisi yang berjalan sesuai aturan dan partisipasi berbagai pihak dalam menjaga stabilitas politik, masyarakat diharapkan dapat memberikan waktu dan kepercayaan kepada pemerintahan yang akan datang untuk bekerja secara optimal demi kepentingan rakyat.**/Red
