PHK Sepihak dan Pelanggaran Hak Pekerja Marak di Bekasi
 
Bekasi – Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak kembali merebak di wilayah industri Kota Bekasi.
Ratusan pekerja di sejumlah kawasan industri dilaporkan kehilangan pekerjaan tanpa melalui prosedur hukum yang sah, tanpa surat resmi, dan tanpa kompensasi sesuai ketentuan undang-undang.
Fenomena ini memperlihatkan lemahnya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di salah satu pusat industri terbesar di Indonesia tersebut.
Dalam tiga bulan terakhir, pengaduan masyarakat terkait masalah ketenagakerjaan meningkat signifikan.
Sebagian besar aduan mencakup PHK tanpa prosedur, pemotongan gaji sepihak, keterlambatan pembayaran upah, dan tidak dibayarkannya uang lembur.
Bahkan, sejumlah perusahaan dilaporkan tidak mendaftarkan pekerjanya ke dalam program jaminan sosial nasional seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Secara hukum, aturan mengenai hubungan kerja dan perlindungan tenaga kerja telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam regulasi tersebut ditegaskan bahwa setiap pekerja yang terkena PHK berhak atas pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan kompensasi hak lainnya.
Proses PHK pun wajib melalui mekanisme perundingan antara pengusaha dan pekerja yang difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya pelanggaran sistematis.
Banyak pekerja diberhentikan secara sepihak tanpa surat keputusan, sementara sebagian lainnya dipaksa menandatangani surat pengunduran diri agar perusahaan terhindar dari kewajiban pembayaran pesangon.
Modus semacam ini terus terjadi karena lemahnya pengawasan pemerintah dan minimnya kesadaran hukum pekerja.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Garuda Kencana Indonesia (YLBHGKI) Cabang Kota Bekasi menilai bahwa pelanggaran ketenagakerjaan tidak hanya disebabkan oleh kondisi ekonomi perusahaan, tetapi juga oleh praktik ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Banyak perusahaan yang berdalih melakukan efisiensi, namun tidak menempuh jalur hukum yang benar dalam mengakhiri hubungan kerja.
Sebagai bentuk kepedulian sosial dan edukasi hukum, LBH Garuda Kencana membuka posko pengaduan dan pendampingan hukum gratis bagi pekerja yang menjadi korban pelanggaran ketenagakerjaan.
Layanan ini mencakup konsultasi hukum, mediasi antara pekerja dan perusahaan, penyusunan laporan ke Dinas Tenaga Kerja, hingga pendampingan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Melalui langkah ini, LBH Garuda Kencana berupaya menegakkan prinsip keadilan sosial dan memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat pekerja agar tidak mudah diabaikan atau ditekan oleh perusahaan.
Pekerja diimbau untuk tidak menandatangani dokumen apa pun yang berkaitan dengan pemutusan kerja tanpa terlebih dahulu memahami konsekuensinya secara hukum.
Bekasi, sebagai salah satu kawasan industri utama di Indonesia, menampung ratusan ribu pekerja dari berbagai daerah.
Situasi ini menuntut peningkatan kesadaran hukum baik dari sisi perusahaan maupun pekerja.
Penegakan hukum ketenagakerjaan yang tegas menjadi kunci agar hubungan industrial berjalan sehat, seimbang, dan berkeadilan.
Dengan meningkatnya kasus pelanggaran tenaga kerja, LBH Garuda Kencana menegaskan pentingnya sinergi antara lembaga hukum, pemerintah, dan serikat pekerja untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap pekerja di sektor formal maupun informal.**
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan karya fiksi yang diangkat dari kisah nyata di masyarakat, disusun untuk tujuan edukasi hukum semata.
Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai pedoman hukum resmi atau landasan hukum yang sah.
Apabila Anda mengalami kasus serupa, segera cari bantuan hukum profesional atau hubungi lembaga bantuan hukum terdekat.








