Jambi — Baru-baru ini publik Jambi dihebohkan dengan tertangkapnya seorang pria yang ngaku-ngaku wartawan, tapi kelakuannya lebih mirip preman jalanan. Inisialnya FNE, warga Koto Padang, Kota Sungai Penuh, yang belakangan viral disebut sebagai “Wartawan bodrex”.

Bukan karena doyan liputan, tapi karena nekat memeras tiga kepala desa di Kabupaten Kerinci.

Awalnya, FNE mengaku-ngaku dari dua media online, EI dan DS. Ia menghampiri para Kades—dari Lawang Agung, Pelayang Raya, dan Permanti—dengan dalih menemukan dugaan penyelewengan dana desa tahun 2022–2023.

Alih-alih mengonfirmasi dan menulis berita berimbang, FNE malah minta “uang damai” Rp5 juta biar isu itu nggak dipublikasikan. Korbannya cuma sanggup Rp3 juta. Tapi ternyata si FNE nggak puas, malah terus menekan dengan ancaman akan naikkan berita.

Para Kades makin was-was. Akhirnya mereka lapor ke polisi, lengkap dengan video bukti penyerahan uang.

FNE langsung diciduk Tim Opsnal Satreskrim Polres Kerinci di Pasar Beringin, Kota Sungai Penuh, Jumat sore (30/5). Polisi menyita uang Rp1 juta, motor Vario, HP Realmi, dan dompet pelaku.

“Pelaku sudah ditetapkan tersangka. Ini bentuk premanisme berkedok wartawan,” tegas Kapolres Kerinci, AKBP Arya T Brachmana.

Kata “wartawan bodrex” sempat booming di era 1980-an. Dipakai buat nyindir oknum-oknum wartawan gadungan yang bikin narasumber pusing kepala, bahkan sampe butuh minum Bodrex segala. 😬

Istilah ini muncul karena mereka datang bukan bawa berita, tapi bawa tekanan. Preman dalam wujud wartawan.

“Kita harus pisahkan mana yang benar-benar jurnalis, dan mana yang cuma pake ID pers buat cari cuan,” kata seorang dosen jurnalisme di Bali. “Ini soal tanggung jawab moral. Karena kalau nggak disikat, reputasi pers bisa rusak total.”