Pecalang Bali Deklarasikan Penolakan terhadap Premanisme Berkedok Ormas

NusaBali – Sebanyak 13.000 pecalang dari 1.500 desa adat se-Bali menyatakan sikap menolak kehadiran kelompok atau individu yang melakukan tindakan kriminal dan anarkis dengan mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan (ormas).
Penolakan tersebut dideklarasikan secara terbuka dalam acara Gelar Agung Pecalang yang digelar di Lapangan Puputan Margarana, Niti Mandala, Denpasar, pada Sabtu, 17 Mei 2025.
Deklarasi ini merupakan sikap tegas para pecalang terhadap maraknya fenomena premanisme yang bersembunyi di balik atribut ormas.
Mereka menyampaikan tiga poin utama dalam pernyataan sikap yang menjadi inti dari deklarasi tersebut, yakni:
- Penolakan terhadap ormas berkedok sosial yang melakukan kekerasan, intimidasi, dan tindakan premanisme yang meresahkan masyarakat Bali.
- Dukungan penuh terhadap aparat keamanan TNI dan Polri dalam menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah Bali.
- Seruan penindakan tegas terhadap ormas yang melanggar hukum, termasuk yang terbukti melakukan kriminalisasi dan mengganggu ketentraman masyarakat.
Deklarasi ini juga menegaskan dukungan terhadap program Sipandu Beradat (Sistem Keamanan Terpadu Berbasis Desa Adat) dan Bankamda (Bantuan Keamanan Desa Adat), yang telah menjadi bagian dari sistem pengamanan lokal berbasis adat di Bali.
Tokoh utama dalam kegiatan ini adalah Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, yang menyampaikan orasi kebudayaan sekaligus deklarasi sikap pecalang se-Bali.
Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa pecalang adalah benteng pertahanan adat dan budaya Bali yang telah eksis secara turun-temurun.
“Pecalang Bali sejak leluhur sudah menjaga Bali, nindihin gumi Bali. Pecalang Bali menolak kriminalisme, premanisme, dan sikap anarkis yang dilakukan oleh oknum berbaju ormas,” tegas Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.
Sementara itu, Penyarikan Utama Pasikian Pecalang Bali, Ngurah Pradnyana, turut memberikan pernyataan bahwa penyelenggaraan deklarasi ini dipersiapkan dalam waktu singkat, yakni hanya tiga hari.
Meski begitu, antusiasme para pecalang sangat tinggi karena deklarasi ini dianggap mewakili aspirasi masyarakat adat yang selama ini disuarakan melalui berbagai kanal, termasuk media sosial.
“Mereka sangat antusias, semangat sekali karena apa yang menjadi aspirasi mereka di bawah, yang disampaikan di media-media sosial, kita tampung dan kita fasilitasi untuk disampaikan secara resmi,” ujar Ngurah Pradnyana.
Acara Gelar Agung Pecalang digelar pada Sabtu, 17 Mei 2025, di Lapangan Puputan Margarana, kawasan Niti Mandala, Denpasar, Bali.
Ribuan pecalang dari berbagai penjuru desa adat di Bali hadir secara langsung, menandai kekompakan dan solidaritas masyarakat adat terhadap gangguan keamanan berbasis ormas yang dinilai tidak sejalan dengan kearifan lokal Bali.
Deklarasi ini muncul sebagai bentuk kekhawatiran dan keresahan atas meningkatnya aktivitas kelompok tertentu yang mengatasnamakan ormas, namun dalam praktiknya justru merusak ketertiban umum melalui tindakan intimidatif dan kekerasan.
Fenomena ini dinilai bertentangan dengan prinsip harmoni dan kedamaian yang dijunjung tinggi oleh masyarakat adat Bali.
Menurut Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, kehadiran ormas semacam itu dapat menimbulkan ketegangan sosial dan merusak tatanan keamanan tradisional yang selama ini telah terbukti efektif menjaga Bali.
Ia menyebutkan bahwa selama ini, kolaborasi antara pecalang, kepolisian, dan TNI sudah cukup dalam menjamin keamanan masyarakat Bali, terutama di lingkungan desa adat.
“Selama bertahun-tahun dan secara turun temurun, desa adat di Bali telah memiliki pecalang untuk menjaga keamanan setiap kegiatan masyarakat, berkolaborasi dengan aparat kepolisian dan TNI. Ini sudah sangat cukup untuk menjaga keamanan Bali,” jelasnya.
Sikap Lanjutan Pecalang
Selain menyatakan penolakan terhadap premanisme berkedok ormas, para pecalang juga mendorong pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan dan eksistensi mereka.
Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet menyebut bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Pemerintah Provinsi Bali terkait insentif dan dukungan terhadap pecalang.
Pecalang sendiri merupakan unsur penting dalam sistem keamanan tradisional di Bali. Mereka berperan menjaga ketertiban dalam berbagai upacara adat maupun kehidupan sehari-hari masyarakat desa.
Oleh karena itu, perhatian terhadap kesejahteraan mereka menjadi salah satu hal krusial demi menjaga stabilitas sosial dan budaya di Bali.
Sistem Sipandu Beradat yang didukung dalam deklarasi ini merupakan inisiatif keamanan berbasis komunitas adat yang melibatkan pecalang dan aparat resmi, seperti kepolisian dan TNI.
Sementara Bankamda merupakan program bantuan keamanan yang dikelola langsung oleh desa adat untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas keamanan lokal.
Deklarasi penolakan premanisme oleh 13.000 pecalang dari seluruh Bali ini menunjukkan keseriusan masyarakat adat dalam menjaga integritas dan stabilitas wilayah mereka.
Meskipun dilakukan secara spontan dalam waktu singkat, pesan moral dan sikap kolektif yang ditunjukkan para pecalang membawa sinyal kuat bahwa masyarakat adat Bali tidak akan tinggal diam terhadap pihak-pihak yang mencoba merusak ketertiban dengan mengatasnamakan ormas.
Kegiatan ini sekaligus menjadi momentum untuk mengingatkan semua pihak bahwa keamanan Bali tidak hanya ditopang oleh aparat negara, tetapi juga oleh kekuatan adat dan kearifan lokal yang selama ini menjadi benteng terakhir dalam menjaga harmoni Pulau Dewata.**
sumber: www.nusabali.com
