BUMN Mulai Terapkan AI, Telkom Ungkap Cara Maksimalkan Keuntungan

AI – Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) semakin banyak diterapkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) guna meningkatkan efisiensi dan keuntungan.
Namun, investasi dalam teknologi ini memerlukan biaya besar, baik untuk pengadaan infrastruktur maupun pengembangannya.
Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhitungkan berbagai aspek agar investasi yang dilakukan memberikan hasil optimal.
Ketua Forum Digital BUMN sekaligus Direktur Bisnis Digital PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk., Fajrin Rasyid, menjelaskan bahwa penghitungan keuntungan dari investasi AI dapat dilakukan melalui berbagai metode.
Menurutnya, manfaat AI tidak hanya dinilai dari pendapatan langsung yang diperoleh, tetapi juga dari peningkatan efisiensi dalam operasional perusahaan.
Fajrin menegaskan bahwa penerapan AI mampu meningkatkan pendapatan sekaligus menghemat biaya operasional perusahaan.
“AI bisa menaikkan revenue, yang mungkin langsung bisa kita hitung return on investment (ROI)-nya. Tetapi, selain itu, AI juga berkontribusi pada efisiensi operasional,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia memberikan contoh bahwa efisiensi dapat dihitung dari penurunan belanja modal setelah teknologi AI diimplementasikan.
“Setelah otomasi dilakukan, misalnya, bisa terjadi penghematan waktu sekian jam, pengurangan penggunaan bandwidth dalam jumlah tertentu, serta penyelesaian ribuan proses dalam waktu yang lebih singkat. Semua ini dapat dikonversikan ke dalam nilai rupiah,” jelasnya.
Dengan demikian, perusahaan dapat melakukan perhitungan secara komprehensif apakah investasi dalam AI layak dilakukan atau tidak.
Perhitungan ini menjadi faktor krusial dalam menentukan apakah suatu perusahaan BUMN siap mengalokasikan dana besar untuk pengembangan AI.
Menurut Fajrin, sektor yang mendapatkan dampak besar dari implementasi AI adalah industri berbasis Business-to-Business (B2B).
Alasannya, mayoritas sektor B2B membutuhkan komputasi dalam jumlah besar untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
“Misalnya, di sektor pertambangan. Saat ini, aktivitas tambang tidak hanya dilakukan secara manual di lokasi, tetapi juga menggunakan mesin yang dapat dioperasikan dari jarak jauh. Teknologi ini didukung oleh jaringan 5G dan dihitung dengan big data AI, sehingga proses penambangan bisa berjalan lebih efektif,” papar Fajrin.
Selain industri pertambangan, AI juga berperan penting dalam sektor perbankan, telekomunikasi, dan manufaktur.
Di bidang perbankan, misalnya, AI digunakan untuk mendeteksi transaksi mencurigakan dan meningkatkan keamanan sistem.
Sementara itu, di sektor manufaktur, AI berkontribusi dalam pengelolaan rantai pasokan dan otomatisasi produksi.
Tantangan Implementasi AI di BUMN
Meski memiliki potensi besar, penerapan AI di BUMN tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satunya adalah biaya investasi yang tinggi.
Infrastruktur AI, termasuk server berkinerja tinggi, jaringan 5G, serta pengembangan aplikasi cerdas, membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Selain itu, adopsi AI juga memerlukan sumber daya manusia yang mumpuni.
“Keberhasilan implementasi AI tidak hanya bergantung pada teknologi yang digunakan, tetapi juga pada kesiapan SDM. Oleh karena itu, perusahaan perlu berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan tenaga kerja yang dapat mengoperasikan serta mengoptimalkan AI,” kata Fajrin.
Regulasi dan kebijakan pemerintah juga menjadi faktor penting dalam pengembangan AI di lingkungan BUMN.
Saat ini, pemerintah terus mendorong digitalisasi di berbagai sektor, namun harmonisasi kebijakan masih menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan yang ingin mengadopsi AI secara lebih luas.
Agar investasi AI dapat memberikan manfaat optimal, perusahaan BUMN perlu menerapkan beberapa strategi.
Pertama, perusahaan harus memiliki roadmap digital yang jelas, mencakup tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam implementasi AI.
Kedua, kolaborasi dengan perusahaan teknologi dan startup AI dapat menjadi langkah strategis. Dengan menggandeng mitra yang memiliki keahlian dalam pengembangan AI, BUMN dapat mengakselerasi transformasi digitalnya.
Ketiga, perusahaan harus fokus pada proyek AI yang memberikan dampak terbesar terhadap efisiensi dan pendapatan. “Kita harus menentukan prioritas. Misalnya, proyek AI yang dapat langsung meningkatkan efisiensi operasional dalam skala besar, itu yang harus diprioritaskan,” kata Fajrin.
Keempat, pengukuran keberhasilan investasi AI harus dilakukan secara berkala. Dengan mengevaluasi ROI serta dampak terhadap produktivitas, perusahaan dapat menentukan apakah implementasi AI berjalan sesuai harapan atau perlu dilakukan penyesuaian.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, adopsi AI di BUMN diprediksi akan terus meningkat.
Dukungan dari pemerintah dan kesadaran perusahaan terhadap manfaat AI menjadi faktor utama yang mendorong percepatan digitalisasi di sektor ini.
“Ke depan, AI bukan hanya menjadi alat bantu, tetapi akan menjadi bagian inti dari operasional perusahaan. Oleh karena itu, BUMN harus siap beradaptasi dan berinvestasi dalam teknologi ini agar tetap kompetitif di era digital,” tutup Fajrin.
Dengan penerapan AI yang strategis dan perhitungan investasi yang matang, BUMN berpeluang besar untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, serta keuntungan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, pemanfaatan AI bukan sekadar tren, tetapi merupakan kebutuhan bagi perusahaan untuk bertahan dan berkembang di era digital.**(sumber: cnbcindonesia.com)
