Mahasiswa Tabagsel Kepung KLHK, Desak Hentikan Ekspansi PT Toba Pulp Lestari

Jakarta, 30 Juli 2025 – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tabagsel Raya (AMTARA) memadati depan gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Rabu (30/7). Mereka datang membawa poster dan spanduk bernada protes, menuntut negara segera menghentikan dugaan perampasan tanah adat dan kerusakan hutan di Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), Sumatera Utara.
Sorotan utama aksi damai ini mengarah pada PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dituding terus memperluas konsesi hutan hingga merambah tanah adat. AMTARA menilai aktivitas perusahaan tersebut memicu deforestasi, pencemaran, hingga konflik horizontal antara warga dan aparat keamanan perusahaan.
Dalam aksinya, AMTARA mengajukan empat tuntutan tegas kepada KLHK:
- Mencabut izin konsesi PT TPL dan perusahaan lain yang merusak tanah adat.
- Melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di Tabagsel.
- Membuka dialog resmi dengan masyarakat adat Tabagsel.
- Menghentikan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan tanahnya.
Koordinator lapangan Benny Hasibuan menegaskan, aksi ini lahir dari keresahan panjang masyarakat adat.
“Hutan rakyat harus diselamatkan. Mereka yang mempertahankan tanahnya justru diintimidasi. Pemerintah harus hadir, jangan berpihak pada korporasi,” tegas Benny lantang di tengah massa.
Aksi AMTARA diterima langsung oleh Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri KLHK, Krisdianto, S.Hut., M.Sc., Ph.D. Ia menyatakan laporan mahasiswa akan segera ditindaklanjuti.
“Kami menerima laporan ini dan akan menindaklanjutinya dengan langkah konkret. KLHK tidak ingin ada pihak yang dirugikan,” ujarnya.
KLHK berencana menurunkan tim investigasi ke Tabagsel untuk memeriksa legalitas konsesi PT TPL sekaligus dampaknya terhadap masyarakat sekitar.
“Kalau memang wilayah itu konsesi tapi sudah lama dimanfaatkan masyarakat, pendekatan kemitraan bisa jadi opsi. Namun jika ada pelanggaran, tentu akan diproses sesuai hukum,” tegasnya.
Mahasiswa menegaskan, negara tidak boleh abai terhadap penderitaan masyarakat adat di Tabagsel. Mereka meminta pemerintah bertindak tegas terhadap perusahaan yang merusak hutan dan merampas hak rakyat.
“Kami ingin negara hadir melindungi rakyat, bukan membiarkan korporasi merajalela atas nama investasi. Hutan kami bukan untuk dijual,” tutup Benny dalam orasinya.
