Dr. Herman Hofi Munawar: Barang Ilegal Deras Masuk, Aparat Hukum Melempem

Pontianak – Dari jalur-jalur tikus di sepanjang perbatasan Indonesia–Malaysia, arus barang ilegal mengalir deras tanpa hambatan berarti. Rokok tanpa cukai, daging beku, bawang, hingga minuman keras selundupan menjadi pemandangan biasa di Kalimantan Barat. Penegakan hukum? Banyak pihak menilai kini tinggal formalitas.
Pakar hukum perbatasan Dr. Herman Hofi Munawar bahkan menyebut situasi ini sebagai “darurat nasional”.
“Negara seolah membiarkan. Barang ilegal bebas masuk, pengawasan Bea Cukai dan aparat lainnya sangat lemah. Kalau dibiarkan terus, ini bisa menggerus wibawa hukum kita,” kata Herman kepada wartawan, Sabtu (17/5/2025).
Menurutnya, praktik penyelundupan ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan ekonomi lintas negara. Negara dirugikan dari sisi penerimaan pajak, masyarakat terancam dari sisi kesehatan, dan hukum tercederai dari sisi moral.
Ia menyoroti bahwa pelanggaran tersebut jelas melanggar UU Kepabeanan, UU Perlindungan Konsumen, dan bahkan masuk ranah pidana seperti penadahan.
Jalur darat yang menghubungkan desa-desa perbatasan menjadi rute utama peredaran. Seorang warga Dusun Sentangau, Bengkayang, yang minta namanya disamarkan, mengaku kerap melihat truk-truk angkut malam hari.
“Barangnya bawang, rokok, kadang daging. Tapi kita sudah biasa lihat. Orang-orang bilang semua sudah ada ‘yang urus’,” katanya.
Salah satu nama yang santer terdengar adalah “Bos J”, seorang pengusaha Malaysia yang diduga memiliki jaringan distribusi bawang dan barang selundupan. Gudangnya di Sebalo Pisang Sentangi disebut-sebut sebagai “jantung” aktivitas ilegal itu. Masyarakat menyebut Bos J kerap menyombongkan dirinya sebagai ‘orang kebal hukum’.
“Dia bilang semua sudah diatur. Kalau ada razia pun, aman-aman saja,” ungkap sumber warga lainnya.
Data dari Kanwil Bea Cukai Kalbagbar menunjukkan lebih dari 120 kasus berhasil ditindak sepanjang Januari–April 2025. Tapi hanya sebagian kecil yang berujung ke pengadilan.
“Kalau kasus banyak tapi yang divonis sedikit, artinya ada masalah serius di penegakan hukum kita,” ujar Herman.
(Sumber; Dr. Herman Hofi Munawar)
