PICTA Gelar Sarasehan Nasional “Pemuda Dorong Reformasi Polri yang Profesional, Transparan, dan Humanis”

Jakarta Utara — Suasana hangat penuh semangat kebangsaan terasa di Aula Kedai Tempoe Doeloe, Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara, Senin (20/10/2025). Puluhan aktivis muda, akademisi, dan perwakilan masyarakat sipil berkumpul dalam Sarasehan Nasional yang digelar oleh organisasi Pemuda Indonesia Cinta Tanah Air (PICTA).
Mengusung tema “Urgensi Reformasi Polri Menuju Institusi yang Profesional, Transparan, dan Humanis sebagai Implementasi Asta Cita”, kegiatan ini menjadi ruang dialog terbuka untuk membahas arah baru reformasi kepolisian agar lebih berpihak pada masyarakat dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial.
Hadir sebagai narasumber di antaranya Nasky Putra (pengamat kebijakan publik dan politik nasional), Sonata dari YLBH CKI, Tiarma dari GMNI, Raja Oloan, S.H. (Direktur LKBHMI), serta Febry Fery Yanon dari Komunitas Ojol Jamrud Squad Pulomas.
Dalam paparannya, Nasky Putra menegaskan bahwa reformasi Polri tidak boleh berhenti di tingkat struktural semata. Menurutnya, perubahan yang sejati harus menyentuh mindset dan budaya kerja aparat kepolisian.
“Polri adalah institusi yang paling dekat dengan rakyat. Profesionalitas dan transparansi bukan pilihan, tapi keharusan. Reformasi harus tampak dalam perilaku dan pelayanan sehari-hari, bukan hanya dalam slogan,” ujar Nasky.
Sementara itu, Sonata dari YLBH CKI menyoroti pentingnya aspek hak asasi manusia dalam penegakan hukum. Ia menegaskan, Polri harus tampil sebagai pelindung, bukan pihak yang ditakuti rakyat.
“Kita ingin Polri yang humanis, bukan represif. Polisi yang hadir menenangkan, bukan menakutkan,” tegasnya.
Aktivis GMNI Tiarma menambahkan bahwa generasi muda harus aktif menjadi motor penggerak perubahan.
“Pemuda tidak boleh diam. Kita adalah bagian dari kontrol sosial terhadap lembaga negara, termasuk Polri. Reformasi Polri harus menjadi gerakan bersama, bukan sekadar wacana,” ujarnya.
Senada, Raja Oloan dari LKBHMI menilai transparansi dalam proses penegakan hukum menjadi pondasi penting untuk membangun kepercayaan publik.
“Keterbukaan informasi publik adalah jembatan antara Polri dan masyarakat. Dari situ, kepercayaan akan tumbuh secara alami,” katanya.
Sementara dari sisi masyarakat akar rumput, Febry Fery Yanon mewakili komunitas ojek daring menekankan bahwa reformasi Polri harus benar-benar dirasakan langsung oleh rakyat kecil.
“Kami para pekerja lapangan ingin polisi yang peduli, yang cepat tanggap dan memahami kondisi kami, bukan hanya datang saat menindak,” ungkap Febry.
Menutup kegiatan, PICTA menyampaikan pernyataan sikap bersama yang menegaskan komitmen pemuda untuk terus mengawal agenda reformasi Polri.
“Kami, Pemuda Indonesia Cinta Tanah Air, percaya bahwa reformasi Polri bukan sekadar memperbaiki sistem, tapi mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap negara. Polri yang profesional, transparan, dan humanis adalah kunci terciptanya keadilan dan rasa aman di tengah masyarakat,” bunyi pernyataan tersebut.
Melalui semangat kolaborasi lintas generasi dan sektor, PICTA berharap hasil sarasehan ini dapat menjadi rekomendasi nyata bagi pembuat kebijakan dan institusi Polri untuk melangkah menuju reformasi yang berkeadilan, berintegritas, dan berpihak pada rakyat.
