Pemerintah Hormati Putusan MK Soal UU Cipta Kerja, Siap Tindak Lanjuti dengan Hati-hati
Sebagai negara hukum, pemerintah menyatakan tunduk pada putusan tersebut dan siap mengambil langkah-langkah strategis untuk menindaklanjuti keputusan MK
Jakarta – Pemerintah Indonesia menyatakan sikap hormat dan komitmen untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang (UU) No.6 Tahun 2023, yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja sebagai undang-undang.
Putusan ini adalah hasil dari judicial review yang diajukan oleh sejumlah serikat pekerja yang menuntut peninjauan kembali pasal-pasal yang dianggap kurang berpihak pada kepentingan pekerja.
Sebagai negara hukum, pemerintah menyatakan tunduk pada putusan tersebut dan siap mengambil langkah-langkah strategis untuk menindaklanjuti keputusan MK. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan komitmen ini dalam sebuah pernyataan pers di Jakarta pada Jumat, 1 November 2024.
“Sebagai negara hukum, pemerintah tentunya tunduk dan patuh atas putusan Mahkamah Konstitusi. Kami akan segera melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, serta membuka dialog dengan berbagai pihak terkait ketenagakerjaan,” ujarnya.
Dalam putusan MK dengan nomor 168/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan sebagian dari permohonan judicial review yang diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan beberapa organisasi serikat buruh lainnya.
Permohonan ini meminta pengujian materiil konstitusionalitas pasal-pasal terkait ketenagakerjaan, yang mencakup tujuh poin utama. Poin-poin tersebut meliputi ketentuan penggunaan tenaga kerja asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta hak-hak terkait pesangon.
Setelah putusan ini, langkah selanjutnya yang akan diambil Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) adalah melakukan koordinasi dengan serikat pekerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Kamar Dagang dan Industri (Kadin), serta pemangku kepentingan lainnya.
Menteri Yassierli menambahkan bahwa forum dialog akan diadakan melalui berbagai lembaga, seperti Lembaga Kerja Sama Tripartit dan Dewan Pengupahan Nasional.
“Kami akan memanfaatkan forum-forum dialog ini untuk memastikan tindak lanjut yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pekerja,” jelasnya.
Pemerintah juga menggarisbawahi pentingnya mengelola perubahan ini dengan hati-hati agar tidak menimbulkan multitafsir terhadap pasal-pasal baru. Praktisi Hukum Ketenagakerjaan, Johan Imanuel, yang juga merupakan anggota Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, menjelaskan bahwa tindak lanjut atas putusan ini memang sebaiknya dilakukan dengan bijak dan tidak tergesa-gesa.
Menurutnya, perubahan yang tergesa dapat menimbulkan kerancuan interpretasi yang berpotensi memicu judicial review ulang terhadap pasal-pasal tersebut.
Johan juga menekankan bahwa tindak lanjut atas Putusan MK harus memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sebagaimana diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Jika ada asas yang tidak terpenuhi, seperti asas dapat dilaksanakan, maka pasal tersebut dapat diuji ulang dan dinyatakan tidak sah oleh MK,” jelas Johan.
Sejumlah ketentuan lain dalam UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah (PP) No.35 Tahun 2021, juga perlu disesuaikan untuk mencerminkan perubahan yang telah ditetapkan. PP ini, yang selama ini menjadi dasar untuk ketentuan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, kini harus diperbarui agar sejalan dengan putusan MK.
Johan menegaskan bahwa peraturan ini perlu segera disesuaikan dan disosialisasikan kepada pengusaha, pekerja, serta serikat pekerja agar implementasinya berjalan baik.
Pemerintah menyadari bahwa persoalan ketenagakerjaan di Indonesia tidak hanya berkaitan dengan para pekerja yang sudah aktif bekerja. Persoalan yang lebih besar menyangkut penciptaan lapangan kerja baru untuk generasi mendatang, serta perlindungan bagi pekerja yang rentan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Oleh karena itu, Yassierli mengajak semua pihak, baik pengusaha maupun pekerja, untuk turut berperan aktif dalam membangun iklim ketenagakerjaan yang sehat.
Langkah pemerintah untuk menghormati dan menindaklanjuti putusan MK merupakan bukti komitmen dalam menjaga iklim hukum dan ketenagakerjaan yang sehat di Indonesia. Pemerintah berharap agar proses ini dapat berjalan lancar dan bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk pekerja dan pengusaha, sehingga tercipta regulasi ketenagakerjaan yang adil, transparan, dan dapat menjawab tantangan ke depan.
Red/*
Editor: Nadya