Advertorial

Cicilan Mobil Macet, Driver Online Dapat Ancaman: Ini Solusi Hukum dan Perlindungannya

Cicilan Mobil Macet, Driver Online Dapat Ancaman: Ini Solusi Hukum dan Perlindungannya – Foto Istimewa

Opini – Kredit macet kerap menjadi momok bagi masyarakat yang bergantung pada pembiayaan kendaraan bermotor, termasuk mereka yang bekerja sebagai pengemudi daring (driver online).

Salah satu kasus yang mencuat melibatkan seorang pengemudi bernama Ical (bukan nama sebenarnya), yang mengalami kesulitan membayar cicilan mobil akibat tekanan ekonomi.

Situasi ini tidak hanya berisiko terhadap hilangnya kendaraan, namun juga membuka peluang terjadinya intimidasi dan tekanan hukum dari pihak penagih utang atau debt collector (DC).

Dalam beberapa kasus, ancaman berupa pelaporan pidana dengan tuduhan penggelapan pun turut membayangi para debitur.

Ical, seorang pengemudi daring di wilayah Jabodetabek, mengaku mengalami kredit macet selama lebih dari 40 hari.

Kondisi ini bermula dari menurunnya penghasilan harian yang ia peroleh pasca kenaikan harga bahan bakar dan biaya operasional.

“Dalam sebulan, saya hanya bisa membayar kebutuhan pokok dan biaya sekolah anak. Cicilan mobil jadi tertunda,” ujarnya.

Setelah lebih dari 30 hari tunggakan, Ical mulai menerima panggilan telepon dari pihak leasing dan debt collector.

“Awalnya hanya mengingatkan, lama-lama mulai mengintimidasi. Bahkan saya pernah diancam akan ditarik paksa serta dilaporkan atas dasar penggelapan karena masih menyimpan mobil,” katanya.

Maraknya Kredit Macet Bermasalah

Berdasarkan data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Garuda Kencana Indonesia (YLBHGKI) Cabang Kota Bekasi, sejak Januari 2024 hingga Maret 2025, tercatat lebih dari 300 pengaduan masyarakat terkait sengketa kredit kendaraan bermotor, sebagian besar berasal dari kalangan pekerja sektor informal seperti pengemudi ojek daring, kurir logistik, dan pedagang kecil.

Slametra Pratama, seorang paralegal pada YLBHGKI yang telah menangani perkara serupa sejak 2013, menjelaskan bahwa ketidaktahuan masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai debitur menjadi celah yang sering dimanfaatkan pihak tertentu.

Baca juga :  TNI AL Bersinergi Amankan Mudik Lebaran: Asintel Danlantamal I Hadiri Apel Gelar Pasukan Operasi Ketupat Toba-2025

“Banyak dari mereka tidak tahu bahwa tindakan menarik kendaraan secara paksa tanpa surat eksekusi dari pengadilan adalah pelanggaran hukum,” kata Slametra.

Menurut Slametra, peningkatan kasus kredit macet biasanya melonjak pada periode pasca-Lebaran, saat kebutuhan konsumsi meningkat dan penghasilan justru menurun.

“Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Depok menjadi titik paling rawan karena jumlah pengguna kredit kendaraan cukup tinggi,” ungkapnya.

Masalah ini juga kerap terjadi di permukiman padat penduduk dan daerah urban dengan aktivitas ekonomi tinggi.

“Sayangnya, banyak debitur tidak tahu harus mengadu ke mana. Ada juga yang malu atau takut saat didatangi debt collector,” tambahnya.

Ada beberapa faktor utama penyebab memburuknya kondisi kredit:

  1. Ketidakseimbangan penghasilan dan pengeluaran:
    Banyak pengemudi daring hanya mengandalkan penghasilan harian yang tidak tetap, sementara cicilan bersifat tetap setiap bulan.

  2. Minimnya literasi keuangan dan hukum:
    Sebagian besar debitur tidak memahami isi perjanjian kredit secara menyeluruh.

  3. Praktik penagihan yang melanggar hukum:
    Banyak debt collector yang melakukan penarikan kendaraan tanpa legalitas atau menggunakan cara-cara kekerasan psikologis.

  4. Tidak ada perlindungan hukum aktif dari debitur:
    Kebanyakan korban tidak segera meminta bantuan hukum saat menghadapi tekanan.

Bagaimana Solusi dan Langkah Pencegahan

Slametra menegaskan bahwa ada beberapa langkah yang dapat dilakukan debitur agar terhindar dari kerugian yang lebih besar:

  1. Pahami Perjanjian Kredit Sejak Awal
    Debitur wajib membaca dan memahami klausul dalam perjanjian pembiayaan, terutama terkait denda keterlambatan, prosedur penarikan, dan hak konsumen.

  2. Segera Konsultasi Jika Mulai Menunggak
    “Jangan tunggu didatangi debt collector. Segera konsultasikan ke lembaga bantuan hukum atau advokat untuk mengetahui posisi hukum dan opsi penyelesaian,” ujar Slametra.

  3. Lindungi Aset dengan Pendampingan Hukum
    Jika kendaraan digunakan untuk bekerja dan merupakan satu-satunya sumber penghasilan, debitur bisa meminta pendampingan hukum untuk mengajukan restrukturisasi cicilan atau mediasi dengan pihak leasing.

  4. Hindari Serah Terima Kendaraan Tanpa Surat Putusan Pengadilan
    Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, penarikan kendaraan oleh leasing harus melalui proses pengadilan. Jika tidak, maka tindakan tersebut masuk dalam kategori perampasan.

  5. Dokumentasikan Semua Komunikasi
    Setiap ancaman, surat penagihan, atau komunikasi dengan debt collector harus didokumentasikan untuk dijadikan bukti jika perkara naik ke ranah hukum.

  6. Usahakan Negosiasi Uang Muka (DP) Jika Kendaraan Dikembalikan
    Dalam beberapa kasus, debitur berhak atas pengembalian sebagian dana dari down payment jika kendaraan dikembalikan dalam kondisi baik dan sesuai prosedur.
Baca juga :  Rapala Bakamla RI Bengkulu Bagikan 1.000 Nasi Kotak untuk Warga di Bulan Ramadan

Bagi warga Kota Bekasi dan sekitarnya, YLBHGKI Cabang Kota Bekasi membuka layanan konsultasi gratis dan pendampingan hukum untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Lembaga ini beralamat di Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.

“Tim kami telah menyelesaikan ratusan kasus sengketa pembiayaan. Kami siap membantu masyarakat agar tidak menjadi korban intimidasi,” kata Slametra.

Ia dapat dihubungi langsung melalui WhatsApp untuk penjadwalan konsultasi atau pengajuan pendampingan hukum.

Kasus seperti yang dialami Ical menunjukkan pentingnya literasi hukum dan keuangan dalam masyarakat.

Dengan pemahaman yang cukup, debitur tidak hanya dapat melindungi diri dari tekanan psikologis dan kerugian finansial, tetapi juga dapat menuntut hak-haknya secara sah di mata hukum.

Dalam dunia pembiayaan, penting bagi setiap individu untuk menjadi konsumen yang kritis, cerdas, dan tidak ragu untuk mencari bantuan hukum ketika diperlukan.

Pemerintah dan lembaga keuangan juga diminta untuk meningkatkan edukasi dan pelayanan kepada masyarakat, agar praktik-praktik penagihan yang melanggar hukum dapat diminimalisasi.

Oleh : Slametra Pratama
Paralegal pada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Garuda Kencana Indonesia Cabang Kota Bekasi.

Simak berita dan artikel pilihan Gensa Media Indonesia langsung dari WhatsApp Channel, klik disini : "https://whatsapp.com/channel/GensaClub" dan pastikan kamu memiliki aplikasi WhatsApp yaa.
Sebelumnya

Jalin Diplomasi Pertahanan, Panglima TNI Sambut Hangat Panglima Tentera Malaysia di Jakarta

Selanjutnya

Tangga Halte Dicuri Lagi! Warga Resah, Polisi Gerak Cepat Amankan Lokasi

Nadya
Editor

Nadya

Gensa Media Indonesia