Tangis di Depan Gerbang Pabrik: Ketika Pekerja Diberhentikan Tanpa Pesangon
Bekasi – Hujan baru saja reda saat puluhan pekerja berdiri di depan gerbang sebuah pabrik di kawasan industri Cibitung, Kota Bekasi.
Di antara mereka, tampak seorang perempuan paruh baya menggenggam map lusuh berisi slip gaji dan kartu BPJS yang sudah tak berlaku.
Namanya Siti Rahmah, 42 tahun, bekerja selama 11 tahun di perusahaan tekstil yang baru saja menutup operasionalnya tanpa pemberitahuan resmi.
Air matanya menetes, bukan hanya karena kehilangan pekerjaan, tetapi karena rasa ketidakadilan yang membakar hati.
“Saya tidak minta lebih. Hanya hak saya yang selama ini dipotong. Uang pesangon, uang lembur, dan gaji terakhir pun belum dibayar,” ucapnya lirih, sembari menatap rekan-rekannya yang sama nasibnya.
Mereka dipecat begitu saja, tanpa surat resmi, tanpa mediasi, tanpa kesempatan bicara.
Pemberitahuan datang lewat pesan singkat:
“Maaf, perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Karyawan tidak perlu masuk mulai hari Senin.”
Tak ada surat PHK, tak ada surat kesepakatan, hanya keheningan dan rasa tak berdaya.
Fenomena seperti yang dialami Siti bukan peristiwa tunggal.
Di berbagai kawasan industri Bekasi dari Cikarang hingga Jababeka, banyak pekerja juga menghadapi nasib serupa.
Mereka kehilangan pekerjaan tanpa proses hukum yang benar, sementara perusahaan berlindung di balik alasan “efisiensi”.
Secara hukum, setiap pekerja yang di-PHK berhak atas pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan kompensasi lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.
Namun, di lapangan, banyak perusahaan memilih jalan pintas mengabaikan kewajiban mereka dan berharap pekerja diam.
Masalahnya, sebagian besar pekerja tidak memahami hak hukumnya.
Tak sedikit pula yang takut melawan karena khawatir masuk daftar hitam industri dan sulit mendapatkan pekerjaan baru.
Di sinilah peran lembaga bantuan hukum menjadi krusial.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Garuda Kencana Indonesia (YLBHGKI) Cabang Kota Bekasi membuka layanan pengaduan hukum gratis untuk para korban PHK sepihak dan pelanggaran hak tenaga kerja.
Layanan ini menampung berbagai laporan, dari pemotongan upah, PHK tanpa pesangon, hingga pengabaian terhadap jaminan sosial pekerja.
Banyak di antara para pelapor mengaku baru tahu bahwa mereka bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Melalui pendampingan hukum, beberapa kasus bahkan berhasil dimenangkan, dan hak pekerja dikembalikan setelah melalui proses panjang.
Namun di sisi lain, masih banyak yang memilih diam.
Tak jarang, rasa takut dan keputusasaan membuat mereka menyerah sebelum berjuang.
Padahal, hukum memberikan ruang bagi setiap warga negara untuk memperjuangkan haknya.
Di balik kisah tragis seperti Siti Rahmah, ada pesan penting bagi masyarakat Bekasi: jangan menunggu menjadi korban untuk belajar hukum.
Kesadaran hukum bukan hanya untuk kaum terdidik tetapi untuk semua pekerja yang setiap hari menukar waktu dan tenaga demi kehidupan yang layak.
Bekasi, kota industri yang menjadi denyut ekonomi nasional, seharusnya tak menjadi tempat di mana keringat pekerja dibayar dengan ketidakadilan.
Perlindungan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan keadilan sosial bukan sekadar slogan di atas kertas.**
Nomor Pengaduan Hukum: 0838-3347-4553
Alamat: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Garuda Kencana Indonesia (YLBHGKI)**
Jl. Kusuma Utara X No.3, Duren Jaya, Bekasi Timur
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan karya fiksi yang diangkat dari kisah nyata di masyarakat, disusun untuk tujuan edukasi hukum semata.
Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai pedoman hukum resmi atau landasan hukum yang sah.
Apabila Anda mengalami kasus serupa, segera cari bantuan hukum profesional atau hubungi lembaga bantuan hukum terdekat.







