Palembang – Kota Palembang menghadapi dilema serius. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 7,49 persen, tertinggi di Sumatera Selatan, sementara kasus kriminalitas, mulai dari pencurian kendaraan hingga perampokan, terus meningkat. Fenomena ini memunculkan pertanyaan: apakah birokrasi yang rumit turut memicu masalah sosial ini?

Investasi yang tertunda akibat izin yang lambat dan biaya tinggi membuat lapangan kerja sulit tercipta. THM Darma Agung Club 41 baru-baru ini membuka kembali usahanya setelah menghadapi proses panjang di dinas terkait. Manajemen mengaku pembayaran retribusi sempat tersendat meski semua persyaratan sudah lengkap.

Akibat birokrasi yang berlarut-larut, investor enggan masuk, pengangguran tinggi, dan frustrasi ekonomi mendorong kriminalitas. Kasus terbaru, seorang pemuda menusuk korban hanya karena uang sebesar Rp2.000, menjadi contoh tragis dampak tekanan ekonomi.

Thomas Candra, Wasekjen PWRC, menyoroti situasi ini:

“Palembang memiliki potensi besar, tapi birokrasi yang rumit menghambat investasi dan penciptaan lapangan kerja. Setiap keterlambatan izin berarti peluang pekerjaan hilang dan angka kriminalitas bertambah. Ini bukan sekadar masalah ekonomi, tapi sosial yang menyentuh seluruh warga.”

Tingginya kriminalitas juga membuat investor baru enggan masuk, menciptakan lingkaran setan: birokrasi rumit, investasi terhambat, pengangguran tinggi, kriminalitas meningkat, investor takut masuk.

Pemerintah Kota Palembang didesak melakukan audit perizinan, mempercepat proses tanpa ruang praktik pungli, dan mendukung pelaku usaha agar lapangan kerja bertambah.

Pengangguran adalah krisis ekonomi; kriminalitas adalah krisis sosial yang diakibatkannya. Masa depan Palembang bergantung pada keberanian Pemkot membuka pintu investasi dan menertibkan birokrasi.