Pedagang Asongan di Bekasi Tercekik Pungli Bermodus Sewa Lapak

Kota Bekasi – Para pedagang asongan yang berjualan di sepanjang Jalan Ahmad Yani, tepatnya di depan Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, menghadapi tekanan ekonomi akibat dugaan pungutan liar (pungli) yang berkedok penyewaan lapak. Setiap malam, mereka dipaksa membayar sejumlah uang agar dapat berjualan di lokasi tersebut.
Salah satu pedagang, sebut saja Edi (bukan nama sebenarnya), mengungkapkan bahwa dirinya dan sekitar 30 pedagang lain harus membayar biaya sewa lapak antara Rp 10.000 hingga Rp 24.000 setiap malam. “Untuk penyewaan bayarnya setiap malam, ada yang Rp 10.000, Rp 14.000, dan Rp 24.000,” ujar Edi saat ditemui di lokasi pada Kamis (13/2/2025).
Lapak-lapak pedagang tersebar dari depan taman Stadion Patriot Candrabhaga hingga Taman Kota Bekasi. Mereka menjual berbagai jenis dagangan, mulai dari minuman hingga jajanan kaki lima seperti batagor dan bakso.
Namun, di balik aktivitas jual beli tersebut, para pedagang harus membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebut sebagai “penguasa” lahan.
Menurut Edi, setiap malam para pedagang harus menyerahkan uang sewa kepada pihak yang mengklaim memiliki kuasa atas lahan tersebut. Proses penarikan pungutan ini dilakukan secara sistematis. “Setiap pukul 22.00 WIB, mereka keliling,” ungkapnya.
Tidak hanya pungutan sewa lapak, para pedagang juga diwajibkan membayar uang jasa keamanan dan kebersihan. Biaya tambahan ini masing-masing sebesar Rp 2.000 yang harus disetorkan kepada kelompok organisasi masyarakat (ormas) dan petugas kebersihan setempat.
Dari total pungutan yang diterima pedagang, uang mengalir ke tiga pihak berbeda, yakni “penguasa” lahan, ormas, dan petugas kebersihan.
Setelah membayar pungutan ini, para pedagang diperbolehkan berjualan hingga pagi hari. “Kalau kami buka biasanya jam 20.00 WIB, itu sampai selesai,” tambah Edi.
Praktik pungli ini dinilai semakin membebani pedagang kecil yang sudah berjuang untuk mencari nafkah. Dengan pengeluaran yang terus meningkat, keuntungan mereka semakin tergerus. “Kalau dihitung-hitung, tiap bulan saya bisa rugi sampai Rp 600.000 hingga Rp 700.000,” keluh Edi.
Pedagang Merugi dan Mencari Alternatif Lain
Beban biaya yang terus membengkak membuat Edi dan pedagang lainnya mempertimbangkan alternatif lain untuk menjalankan usaha mereka. Salah satu opsi yang mulai mereka pikirkan adalah menyewa ruko, meskipun biayanya lebih mahal.
“Kalau kayak begini sebenarnya mending sewa ruko ketimbang di sini. Ruginya gede kalau di sini,” imbuh Edi. Dengan biaya pungli yang harus dikeluarkan setiap bulan, jumlahnya hampir setara dengan biaya menyewa ruko yang memberikan keamanan dan kenyamanan lebih bagi pedagang.
Maraknya pungli di kawasan Stadion Patriot Candrabhaga menunjukkan perlunya perhatian serius dari pihak berwenang. Pemerintah Kota Bekasi dan aparat penegak hukum diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan praktik ilegal ini.
Pungutan liar tidak hanya memberatkan pedagang kecil, tetapi juga menciptakan ketidakadilan dalam sistem ekonomi. Jika dibiarkan, hal ini akan semakin memperburuk kondisi para pedagang yang menggantungkan hidup dari usaha kecil mereka.
Kasus pungli semacam ini bukanlah hal baru di berbagai kota besar di Indonesia. Namun, dengan adanya pengawasan yang lebih ketat dan tindakan hukum yang tegas, diharapkan praktik semacam ini bisa diberantas demi keadilan dan kesejahteraan pedagang kecil.
Pedagang asongan di Kota Bekasi, khususnya di sekitar Stadion Patriot Candrabhaga, menghadapi tekanan ekonomi akibat pungutan liar yang bermodus penyewaan lapak. Dengan biaya sewa yang harus dibayarkan setiap malam serta tambahan biaya keamanan dan kebersihan, pedagang kecil semakin tercekik.
Mereka berharap ada tindakan tegas dari pihak berwenang untuk menghentikan praktik ini agar usaha mereka bisa berjalan dengan lebih adil dan menguntungkan.**(sumber: megapolitan.kompas.com)
