Lansia di Blora Tak Tersentuh PKH, Warga Pertanyakan Akurasi Pendataan Bansos
BLORA – Program Keluarga Harapan (PKH) yang digadang-gadang sebagai tulang punggung pemerintah dalam memutus rantai kemiskinan kembali menuai sorotan.
Di RT 03 RW 01, Desa Tanjung, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dugaan ketidaktepatan pendataan dan penyaluran bantuan sosial mencuat setelah sepasang lansia miskin justru luput dari daftar penerima.
Fakta tersebut terungkap dari pengakuan Hertinta (60), warga setempat, yang hidup bersama suaminya dalam kondisi ekonomi serba terbatas.
Keduanya telah lanjut usia dan nyaris tidak memiliki penghasilan tetap. Namun hingga kini, Hertinta mengaku tidak pernah menerima bantuan sosial utama seperti PKH maupun bantuan kesejahteraan lainnya.
“Secara ekonomi saya jelas susah. Tapi tidak pernah dapat PKH atau bantuan apa pun. Tidak ada RT, RW, atau pihak desa yang datang ke rumah untuk mendata,” kata Hertinta kepada awak media.
Ia mengungkapkan keheranannya melihat sejumlah warga lain yang kondisi ekonominya relatif lebih baik justru rutin menerima bantuan sosial.
Bahkan, menurut Hertinta, ada penerima bantuan yang pernah berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan kini telah pensiun.
“Ada yang dulu PNS, sekarang sudah pensiun, kok malah dapat bantuan. Saya orang kecil, lansia, tapi tidak pernah masuk data. Saya bingung,” ujarnya.
Dalam kesehariannya, Hertinta dan sang suami hanya mengandalkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk kebutuhan berobat.
Di luar itu, mereka harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar di usia senja.
Kondisi tersebut semakin memprihatinkan mengingat tujuan utama PKH adalah membantu keluarga miskin dan rentan, termasuk lansia, agar tetap memiliki akses terhadap layanan dasar.
Hertinta juga mengungkapkan bahwa dirinya sempat menerima bantuan sosial pada masa pandemi Covid-19.
Namun setelah masa tersebut berakhir, namanya kembali menghilang dari daftar penerima bantuan.
“Waktu corona dulu saya dapat bantuan. Tapi setelah itu, sudah bertahun-tahun tidak pernah lagi. Saya orang awam, tapi kok bisa hilang begitu saja dari data,” tuturnya dengan nada heran bercampur pasrah.
Kasus yang dialami Hertinta memunculkan pertanyaan publik mengenai akurasi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang menjadi dasar penyaluran bansos.
Ketidaksinkronan data di tingkat bawah, mulai dari RT, RW, hingga pemerintah desa, kerap disebut sebagai akar persoalan tidak tepat sasarannya bantuan sosial.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak RT, RW, Pemerintah Desa Tanjung, maupun Dinas Sosial Kabupaten Blora terkait dugaan kekeliruan pendataan dan penyaluran PKH di wilayah tersebut.
Upaya konfirmasi masih terus dilakukan untuk mendapatkan penjelasan berimbang dari pihak-pihak terkait.
Hertinta berharap pemerintah, dari tingkat desa hingga Kementerian Sosial, segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendataan bantuan sosial.
Ia menekankan pentingnya keadilan dan ketepatan sasaran dalam penyaluran bansos.
“Harapan saya sederhana. Yang memang layak ya dapat, yang tidak sesuai kriteria jangan. Supaya adil dan tidak menimbulkan kecemburuan,” katanya.
Kasus ini kembali menyingkap persoalan klasik penyaluran bantuan sosial di daerah, mulai dari data yang tidak mutakhir, lemahnya pengawasan, hingga minimnya transparansi.
Publik kini menunggu langkah nyata pemerintah untuk memastikan bantuan benar-benar menyentuh mereka yang paling membutuhkan, agar jeritan warga lansia miskin tidak kembali tenggelam dalam tumpukan data yang tak pernah diperbarui.**/red







