DPR-B Gelar Aksi Damai, Desak Stop Kriminalisasi Aktivis dan Tegakkan Keadilan

Bekasi – Situasi politik dan sosial di Bekasi kembali memanas setelah Dewan Perlawanan Rakyat Bekasi (DPR-B) menyerukan aksi damai dengan mengusung delapan tuntutan rakyat. Aksi ini digelar sebagai bentuk perlawanan terhadap kondisi yang dinilai semakin menekan rakyat kecil dan menguntungkan kelompok oligarki.
Dalam seruan aksinya, DPR-B menyoroti berbagai persoalan krusial mulai dari kriminalisasi aktivis, buruh, tani, mahasiswa, hingga jurnalis; maraknya praktik korupsi; mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan; hingga kerusakan lingkungan yang membebani masyarakat.
“Kita tahu bersama, hidup kita, hak kita, dan masa depan kita terus dirampas oleh penguasa yang memprioritaskan kepentingan oligarki. Kita berdiri di sini bukan hanya sekadar menuntut, tetapi menjalankan amanat konstitusi,” tegas DPR-B dalam pernyataan tertulisnya.
DPR-B menilai aparat kerap melakukan tindakan represif terhadap suara rakyat dengan menangkap aktivis dan pelajar yang bersuara kritis. Padahal, kebebasan berekspresi dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E. Selain itu, kasus korupsi di Bekasi disebut semakin merajalela dan jelas-jelas melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam selebaran tersebut, DPR-B merumuskan delapan tuntutan utama, yakni:
- Copot Kapolri dan Kapolres Kota Bekasi serta hentikan kriminalisasi aktivis dan jurnalis.
- Evaluasi kinerja kabinet Merah Putih.
- Sahkan RUU Perampasan Aset Koruptor.
- Stop penggusuran rakyat kecil dan berikan solusi.
- Wujudkan pendidikan dan kesehatan gratis serta kesejahteraan hidup layak di Bekasi.
- Tuntaskan kasus korupsi di Bekasi.
- Ciptakan lingkungan ramah dan aman untuk perempuan dan anak.
- Hapus pajak yang menindas rakyat.
Menanggapi aksi tersebut, Wali Kota Bekasi menyatakan dukungannya selama aksi dilakukan secara damai.
“Saya mendukung aksi damai ini, karena sesuai tagar saat ini #NoAnarkis jaga kondusivitas negara,” ucapnya.
Dengan tuntutan tersebut, DPR-B menegaskan bahwa rakyat tidak boleh lagi dipandang sebagai objek penindasan, melainkan subjek yang memiliki hak atas kehidupan yang layak.
“Jangan biarkan penindasan kepada rakyat menjadi hal yang normal. Hari ini kita buktikan, suara rakyat jauh lebih kuat daripada ketakutan yang mereka tanamkan,” pungkas DPR-B.
