Hasyim SE, Figur Matang dan Simbol Rekonsiliasi Kota Medan

Medan — Di tengah dinamika politik yang kerap diwarnai perbedaan pandangan dan identitas, nama Hasyim, SE muncul sebagai sosok yang menyejukkan.
Politisi yang dikenal santun dan merakyat ini menjadi bukti nyata bahwa politik bisa dijalankan dengan hati, bukan sekadar ambisi.
Sebagai tokoh berdarah Tionghoa, Hasyim telah menembus sekat-sekat sosial yang dulu membatasi ruang gerak masyarakat minoritas di dunia politik.
Ia membuktikan bahwa kepemimpinan tidak ditentukan oleh asal-usul, melainkan oleh kerja keras, konsistensi, dan kepercayaan publik yang dibangun dari bawah.
Perjalanan politik Hasyim bukan cerita instan.
Ia memulai langkahnya dari bawah, mengabdi sebagai anggota DPRD Kota Medan selama tiga periode berturut-turut.
Selama itu pula, ia dikenal sebagai wakil rakyat yang terbuka terhadap aspirasi warga tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau golongan.
Kini, Hasyim melangkah ke jenjang yang lebih tinggi sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Dengan pengalaman panjang dan pemahaman mendalam terhadap dinamika masyarakat, ia tampil sebagai politisi matang yang mampu menjembatani berbagai kepentingan dengan cara yang elegan dan inklusif.
Penilaian positif terhadap Hasyim datang dari berbagai kalangan, termasuk dari Solidaritas Intelektual Muda Indonesia (SIMI).
Ketua Umum SIMI, Oky Syahputra, menilai bahwa Hasyim adalah sosok yang layak melangkah ke panggung lebih tinggi sebagai calon Walikota Medan di masa mendatang.
“Hasyim adalah contoh nyata bahwa politik tidak ditentukan oleh identitas etnis, melainkan oleh kemampuan dan dedikasi. Ia berhasil menjadi Ketua DPRD Medan pertama dari etnis Tionghoa, dan membuktikan kepemimpinannya dengan baik. Saatnya beliau mencatat sejarah baru sebagai Walikota Medan pertama dari kalangan Tionghoa,” ujar Oky.
Menurut Oky, figur Hasyim merepresentasikan wajah politik yang sejuk, terbuka, dan mampu merangkul semua kalangan.
“Dengan kematangan politik dan rekam jejak yang bersih, kami yakin Hasyim mampu membawa Medan menjadi kota yang lebih maju, harmonis, dan berkarakter kebangsaan,” tambahnya.
Dari sisi kekuatan politik, PDI Perjuangan di Medan dan Sumatera Utara memiliki basis yang kokoh.
Sebagai Ketua DPC PDIP Kota Medan, Hasyim dinilai berhasil menjaga soliditas partai sekaligus memperkuat hubungan dengan masyarakat akar rumput.
“Kursi PDIP di Medan sangat kuat, dan itu menjadi modal besar bagi Hasyim. Peluangnya menuju Pilkada sangat terbuka, bukan karena ambisi pribadi, tapi karena proses panjang pengabdian yang telah ia jalani,” jelas Oky.
Dalam konteks sosial-politik Kota Medan yang plural, figur seperti Hasyim menjadi simbol rekonsiliasi dan kebersamaan.
Ia mampu berdiri di tengah, menjembatani kelompok-kelompok yang berbeda, serta membangun komunikasi lintas agama, etnis, dan organisasi masyarakat.
Dukungan terhadap Hasyim pun tidak hanya datang dari kalangan partai, tetapi juga dari pemuda, intelektual, hingga tokoh lintas golongan yang melihat dirinya sebagai sosok pemersatu.
Bagi SIMI, kehadiran pemimpin seperti Hasyim menjadi harapan baru bagi masa depan Kota Medan.
“Medan membutuhkan pemimpin yang berpengalaman, bersih, dan mampu menjaga harmoni di tengah keberagaman. Figur seperti Hasyim adalah jawaban atas tantangan itu,” pungkas Oky Syahputra.
Dengan karakter yang matang, kepemimpinan yang tenang, dan rekam jejak yang bersih, Hasyim SE bukan hanya sekadar politisi—ia adalah simbol harapan baru tentang bagaimana politik bisa menjadi alat untuk menyatukan, bukan memisahkan.
