Video Viral Tangis “Tidak Mau Sekolah” Terungkap! Orang Tua Tolak Damai, KPAD Turun Kawal Proses Hukum”
Bekasi — Suasana pendidikan kembali tercoreng oleh tindak kekerasan. Seorang pelajar SMK berinisial P (17) diduga menjadi korban pengeroyokan yang telah direncanakan oleh dua kakak kelas dan dua teman mereka di Perumahan Bojong Menteng, Bekasi Timur, pada Rabu malam (19/11/2025).
Dugaan aksi pengeroyokan itu baru terungkap setelah video P menangis histeris beredar luas di media sosial. Dalam rekaman tersebut, P berulang kali memohon agar tidak dipaksa kembali sekolah, membuat warganet geram dan mendesak penanganan hukum secara tegas.
Saat tiba di rumah setelah berhasil melarikan diri dari pengeroyokan, kondisi P sangat memprihatinkan. Janih Ibunda korban, masih terpukul saat menceritakan terjadinya aksi pengeroyokan itu.
“Anak saya turun dari motor langsung jatuh om. Merayap sambil nangis histeris,” ucap Janih dengan suara bergetar.
Mendengar penjelasan dari sang anak, keluarga langsung membuat laporan ke Polres Metro Bekasi malam itu juga. P kemudian menjalani visum di RSUD Kota Bekasi pada Kamis pagi (20/11/2025)
Siang harinya, keluarga korban menghadiri mediasi di SMK Widia Nusantara, Jembatan 4 Rawa Lumbu, untuk menanyakan tanggung jawab sekolah.
Kepala Sekolah menyayangkan video tangis di media sosial telah viral sebelum ditempuh jalur mediasi internal. Namun proses mediasi justru berubah panas ketika Dadan Sulaiman, salah satu pengajar di Yayasan Widia Nusantara, bersikeras meminta kasus diselesaikan secara kekeluargaan dan bahkan sempat menyebutkan sejumlah biaya pengobatan medis dan tradisional sebagai bentuk perdamaian.
Permintaan itu langsung ditolak oleh Bonin (Ayah korban), “Saya butuh keadilan. Luka fisik bisa sembuh cepat, tapi trauma psikis tidak bisa hilang begitu saja. Saya tidak mau damai,” tegasnya.
Dengan pernyataan tersebut, kasus resmi dilanjutkan ke jalur hukum dan ditangani Unit PPA Polres Metro Bekasi.
Viralnya video tangis “Tidak Mau Sekolah” langsung mendapatkan perhatian para pemerhati anak. Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bekasi hadir untuk memberikan pendampingan hukum dan pengobatan psikis.
Perwakilan KPAD Bekasi, Ketua Novrian, menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak tidak boleh dianggap masalah sepele.
“Korban berhak atas perlindungan, pemulihan, dan keadilan. Kekerasan seperti ini tidak bisa diselesaikan hanya lewat mediasi,” tegasnya.
KPAD memastikan akan mengawal proses hukum dan mengakomodir kebutuhan pengobatan serta pendampingan psikologis korban.
Dugaan kasus pengeroyokan yang sudah terencana, rekaman viral, mediasi yang berujung tekanan damai, hingga trauma mendalam membuat publik menaruh perhatian besar. Banyak pihak menilai peristiwa ini adalah tamparan keras bagi dunia pendidikan, yang kerap mengedepankan “penyelesaian kekeluargaan” sementara korban menderita panjang.
Masyarakat kini menunggu pembuktian bahwa hukum berdiri untuk korban, bukan untuk melindungi masa depan pelaku.
Penanganan kasus ini menjadi barometer apakah kekerasan pelajar di Bekasi akan terus dianggap “urusan sekolah”, atau akhirnya diperlakukan sebagai tindak pidana serius yang harus diberantas.







